Time For Us

Pratiwi_Hwang
Chapter #5

Menyerah

🍁

@Basketball Court

Mark menyudahi latihan saat jam tangannya menunjukan pukul 16:00, Laki-laki itu pulang lebih awal meninggalkan teman-temannya.

Hari ini weekend, mereka biasanya akan bermain sampai sunset datang, namun akhir-akhir ini tidak, Mark terlalu fokus pada kekasihnya.

Perbuatan Mark tak jarang membuat mereka memperlihatkan tampang kecewa, hanya Raichan satu-satunya manusia yang berani mengatakan jika Mark bodoh, selalu menuruti kemauan Lia.

Dan Mark tidak pernah peduli karna Raichan yang mengatakannya.

“Udahlah, Mark udah jadi budak cinta king kobra itu.”

Raichan membanting bolanya dan berjalan ke tepi lapangan. Padahal Raichan sangat menyukai perannya sebagai wasit, namun Mark menyudahi permainan begitu saja, membuatnya kesal.

“Apa Cuma Gue yang ngerasa gak nyaman? Mark akhir-akhir ini beda banget,” Dilan mengikuti Raichan.

“Hah?” Otak Renjun mulai berfikir.

“Mark nggak seperti yang dulu lagi.” timpal Jeno.

“Aku juga mikirnya kayak gitu? kayaknya Mark makin kurus deh akhir-akhir ini.”

Setidaknya itulah jawaban dari Renjun yang polos, membuat yang lainnya menatap datar Laki-laki itu. Mereka selalu dibuat menyesal setelah mendengar kata-kata Renjun.

Kini dilapangan tinggalah Chenle dan Jerry yang masih semangat memainkan bola basketnya, sementara para abang duduk bersila dilantai lapangan yang dingin, ada perasaan kesal pada Mark yang mulai acuh pada mereka.

.

.

“…..semoga aku lulus di jurusan kedokteran, semoga aku jadi anak berbakti, semoga aku gak nyusahin mama, semoga Mark jadi pacar aku. Amin.

Hana menyudahi doa-doanya dan melipat mukena bercorak Lavender itu. merapikan alat ibadahnya dan menggantungya di samping lemari.

Langkah kakinya membawa Hana ke ruang keluarga, duduk diantara sang ibu yang tengah membolak-balik majalah fashion, dan sang ayah yang membaca koran.

Tangannya beralih pada remote TV mencari siaran yang pas untuk ditonton, setelah manik matanya menangkap sesuatu yang menarik. Gadis itu menarik bantal sofa  dan mengambil kripik kentang berukuran besar. Kini Hana siap memulai tontonannya.

Hingga segmen pertama diacara itu habis, Hana berucap.

“Ma.. Pa… Gimana kalo aku jadi artis Korea aja?”

Baik ibu maupun sang ayah melipat bacaannya dan menoleh kearah Hana. Pertanyaan yang cukup aneh bagi keduanya, terlebih keluar dari mulut Hana Dee.

“Kenapa?, bukanya kamu pengen jadi Dokter?” Tanya sang ibu mengambil alih makanan itu, agar Hana berhenti makan dan mengeluhkan lemak diperutnya.

“Biar Mark suka aku.”

Keduanya menghela nafas kasar setelah mendengar penuturan Hana.

“Hana, kamu becanda kan?”

Sang Ayah membuka kaca matanya dan menoleh ke anak satu-satunya.

“Nggak pa, Beneran …. aku bersungguh-sungguh.”

Hana meyakinkan ayahnya jika dirinya tidak main-main, dan kembali meminta dijodohkan dengan Mark.

Baik ayah maupun sang ibu sudah tidak tau lagi harus menjawab apa. Bahkan mereka sudah memarahi Hana agar berhenti bersikap centil pada Laki-laki itu.

Namun hasilnya tetap saja, Hana tidak mau menyerah dan kembali meminta ayahnya untuk menjodohkan dirinya dengan Mark.

Marah? Percuma, bahkan sang ayah pernah tidak memberinya uang jajan seminggu penuh, dan menyita semua fasilitasnya, Namun Hana masih tidak berhenti merengek. Hingga berakhir pada keputusan sang ayah yang ingin menyekolahkan Hana diluar negri.

“Anda belum beruntung, coba lagi.”

Gadis itu bergumam melihat kepergian sanga ayah dan ibu kekamar, mereka seperti kehilangan pita suaranya saat menjawab keinginan sang anak.

Kini di sofa yang empuk itu Hana merenungi nasibnya. Menjilat sisa micin yang melekat dijemarinya.

Mengapa dirinya sangat bodoh? Dan mengapa perasaannya pada Mark tak kunjung pudar? walau Mark tidak memberi sedikitpun celah untuk Hana masuk kedalam hatinya.

“Han.. ada makanan gak?”

Saat Hana sedang merenungi nasibnya penuh penghayatan, Raichan datang dan melompat kearah gadis itu, menyambar kripik kentang yang tadi dimakan Hana.

“Gini nih, kalo nilai agama nya merah, ngucap salam aja gak bisa.” Sewot Hana menggeser duduknya, Raichan hanya nyengir kuda dan mulai berceloteh panjang.

Menceritakan bagaimana kesalnya Raichan Lee dan kawan-kawan saat Mark menyudahi permainan mereka begitu saja.

Respond Hana hanya tersenyum, cerita apa saja yang Raichan dendangkan tentang Mark adalah kisah romantis baginya.

“Kok senyum sih?”

“Kapan ya aku bisa jadi pacar Mark?”

Hana bertanya dengan pandangan jauh ke lantai dua rumahnya.

Bugh,,,

         “Aduh!”

         Hana mengusap kepalanya yang baru saja menjadi tempat mendarat bantal sofa oleh Raichan.

         “Pacaran mulu, Belajar!....Bentar lagi ujian!”

         Raichan mulai menggurui Hana dan memandang jam didinding rumah itu.

         “Nyari makan diluar yok Han.. Masih laper.”

         Raichan memberikan bungkus citato itu pada Hana dan meluruskan kakinya. Hana yang tidak selera untuk makan menggelengkan kepala.

         “kenapa? Diet?”

Hana hanya menganggukan kepala, sibuk dengan tontonannya.

Raichan pun mulai memperhatikan gadis itu, terkadang Raichan berfikir Hana mengalami Anorexia. Hana tidak memiliki lemak berlebih sedikitpun ditubuhnya, namun gadis itu tetap saja tidak ingin makan.

         Bahkan tulang-tulangnya mulai terlihat jelas, pipi chubbynya kian menyusut, kini Hana memiliki dagu yang sangat runcing jika diperhatikan.

         “Han, udah deh. Kamu gak usah diet lagi ya…….”

         Raichan memotong kata-katanya dan kembali memperhatikan Hana.

         

“Kamu udah kayak mayat hidup.”

Kata-kata Raichan dijawab tatapan tajam oleh Hana. Gadis itu mulai memberontak setelah dikatakan mayat hidup.

Selama ini Raichan membiarkan Hana mengurangi makannya karna berat badan gadis itu masih normal. Namun sekarang sudah jauh dibawah normal.

Sebagai sahabat yang baik, Raichan tidak bisa membiarkan Hana tersiksa begitu saja. Raichan harus mengubah pola pikir Hana agar dirinya lebih realistis.

🍁

07:00 WIB

Reguler International High School

Seperti biasa, pagi ini kelas selalu disibukan dengan gossip-gosip atau cerita liburan akhir pekan. Semuanya terlihat sama, kecuali Hana yang sejak tadi berdiri kokoh didepan lokernya, gadis itu masih belum beranjak meski bel sudah berbunyi.

“Hana,, ayok! bel udah bunyi.”

Yeri menarik Hana yang masih diam, gadis itu melirik Yeri sejenak sebelum mengikuti langkah Yeri yang setengah berlari.

Beruntung keduanya datang tepat waktu, hingga tiba sebelum guru datang. Saat ini mereka benar-benar disibukan dengan uji kompetensi, sebelum ujian akhir dilaksanakan.

“Han, kasih contekan ya!” bisik Raichan.

Lihat selengkapnya