🍁
Jangan tanya perasaan Hana sekarang, bahkan kakinya bergetar, sulit untuk menopang tubuhnya. Sementara Jeno sudah beralih memukul Mark. Laki-laki yang sudah berani memukul Hana yang berstatus sebagai seorang wanita disini.
“Lo benar-benar udah keterlaluan!” erang Jeno.
“Bukannya panggilan itu lebih pantas buat dia…”
Bughhh,,,
“Wajar kalo gue bilang dia gila!”
Bugghh,,
Jeno sudah tidak tahan lagi, tangannya tidak bisa mengontrol emosi itu, hingga berakhir dengan Hana yang datang menghentikan.
“Udah Jen, aku emang gila. Kamu nggak perlu bela aku,” tenang Hana, memegang erat lengan Jeno yang masih berusaha mengontrol emosinya.
Tatap Mata Jeno tak lepas memandang Mark, terlebih saat Mark lagi-lagi mengatakan jika Hana gila, setelahnya memberitahu Hana untuk berhenti mengusik hidupannya.
Gadis itu benar-benar merasa teriris dengan ucapan Mark.
“Ok Mark. Aku nyerah, mulai detik ini aku nggak akan kenal Mark lagi, aku nggak akan kenal siapa itu Mark lagi…. sekarang nikmatin hidup kamu sebagai seorang Mark yang sangat benci Hana…..” lirihnya.
“Kita tidak perlu saling mengenal Lagi!” ulang Hana, menyudahi drama singkat yang mereka buat dan menarik Jeno meninggalkan tempat itu.
Ada sesuatu yang mendesak diruang matanya. Gadis itu ingin menumpahkan kesedihannya disana, namun ia tidak ingin terlihat lemah dimata semua orang.
Suasana di lapangan indoor benar-benar panas, baik Lia maupun Mark terlihat sangat berantakan. Hingga Mark memilih untuk meninggalkan tempat itu dan meninggalkan Lia disana.
Sejujurnya Mark sudah muak dengan semua ini, Hana yang selalu mengganggu hubungannya, dan Mark yang selalu salah di mata teman-temannya.
Mark benar-benar kesal, laki-laki itu merasa tidak memiliki kesempatan untuk menata hidupnya sendiri, sahabatnya mengambil alih hidup Mark terlalu besar.
Hingga tangan kanannya menghentikan semua ini dengan melayangkan tamparan diwajah Hana, Mark benar-benar diluar kendali saat itu.
🍁
“Kekanakan sekali,” tutur Hana, melihat ban mobil Jeno yang kempes.
“Mereka selalu menggunakan cara yang murahan,” tambah Yeri, lalu membawa yang lain pulang bersamanya.
“Nggak usah, kamu harus sampai rumah tepat waktu… Chan, kamu antar Yeri ya!” pinta Hana.
“Kok aku?” Raichan sepertinya akan menolak.
“Daddy-nya Yeri kan suka banget sama kamu,” jelas Hana.
“Sayangnya aku nggak suka Yeri,” elak Raichan.
“Emang siapa juga yang suka Echan? Kaki aku sakit, jadi kamu harus bantu aku nyetir!”
Yeri menarik paksa Raichan ke mobilnya. Kini tinggalah Hana dan Jeno disana.
“Gimana? kita panggil montir aja?” tanya Hana.
“Nggak usah, aku udah nyuruh orang rumah buat datang…..gimana kalo kita pulang naik bus aja?” Jeno memberi tawaran.
“Ayo! udah lama sejak terakhir kali aku naik bus,” gadis itu menyanggupi.
Keduanyapun berlalu melewati trotoar yang sepi hingga tiba di Halte.
“Huft, panas banget,” gerutu Hana, menghindar dari cahaya matahari. Hana sangat benci panas, tubuhnya juga akan semakin memerah.
“Berdiri dibelakang aku!”
Jeno menarik gadis itu kebelakang.
“Jangan gerak!” titahnya.
Hana pun diam pada posisinya, cukup luluh dengan perbuatan Jeno, sayangnya Hana masih belum bisa menutup hatinya untuk Mark.
Padahal Jeno selalu ada untuknya, Jeno selalu memberinya perhatian dan selalu menjaganya.
Gadis itu menundukan kepalanya, diam-diam, menebak merk Parfume Jeno yang memikat.
Hingga setetes cairan bewarna merah mengotori tangan Hana. Gadis itu terkejut, dari mana cairan ini datang? Dan lagi cairan itu menetes mengotori sepatu Hana.
‘apa ini darah?’ batin gadis itu, tangannya bergerak menyentuh hidungnya.
Benar sekali, tangan Hana memerah akibat darah itu, secepat mungkin Hana mengambil tisu dan membersihkan darah yang mengotori tangannya.
Disaat yang bersamaan bus pun datang, Jeno meraih tangan gadis itu masuk dan menuntun Hana untuk duduk.
Disanalah Jeno dibuat terkejut melihat darah yang mendominasi tisu yang di pegang Hana.
“Han….”
Jeno mulai panik, laki-laki itu ingin memutar haluan ke Rumah Sakit, namun Hana menenangkan.
Darah ini adalah buah hasil pukulan Lia dan Mark yang juga ikut menamparnya.
“Jangan khawatir ya, aku nggak pernah kayak gini kok sebelumnya,” tenang Hana lagi.
Hana tidak ingin menggagalkan rencana mereka untuk berkeliling kota dengan Bus.
Hingga kini dirinya masih tersenyum menenangkan Jeno, memberitahu laki-laki itu jika hal ini bukanlah sesuatu yang patut Jeno khawatirkan.
Jeno merasakan dadanya berdebar kencang di sela-sela kecemasan itu, sesekali dirinya menoleh kesamping memperhatikan Hana yang memandang lurus dengan tatapan kosong. Sakit rasanya melihat Hana diperlakukan seperti itu oleh Mark.
“Han…” panggil Jeno lagi, membuat gadis itu menoleh kearahnya dan memaksakan sebuah senyuman, seolah-olah dirinya baik-baik saja dengan kejadian tadi.
“Aku pengen kita lanjutin kuliah ditempat yang sama.”
“Huh? Kok tiba-tiba cerita tentang kuliah?”
Jeno hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya sebagai jawaban, laki-laki itu tidak bisa membiarkan Hana terus-menerus seperti ini. Jeno harus membantu gadis itu melupakan Mark segera, dan menghapus luka yang dibuat Mark. Hingga tersisa sebuah ruang dihatinya untuk Jeno.
Dan hari ini, mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu disebuah taman bermain, dengan banyak pemandangan indah dan turis mancanegara sebagai pelengkap. Memakan jajanan khas kaki lima dan Ice Cream kesukaan Hana.
🍁