🍁
“Mama….” lirih Hana, saat berhasil membuka matanya, ia mulai memperhatikan sekitarnya setelah mengumpulkan semua nyawanya. Mengapa gadis itu ada dirumah sakit lagi?
“Kamu udah sadar?” tanya sang ibu.
“Udah ma,” lirih Hana, namun seketika ia merasakan sesuatu yang aneh dan blur, mengapa Hana melihat hidungnya tinggi sekali? Apa hidungnya mancung seketika?
Tidak, itu oksigen. Kemarin Hana kesulitan bernafas karna terlalu lama tertidur dilantai.
Yah, gadis itu hampir saja Hipotermia sesaat, sebelum Raichan datang menolongnya.
Hujan datang mengguyur sudut kota, bersamaan dengan badai yang juga berlansung, hampir satu jam gadis itu tergeletak dilantai yang dingin itu dengan rambut sedikit basah.
Kini dokter sedang melakukan pemeriksaan. Namun setelah semuanya selesai, dokter itu meminta sang ibu keluar bersamanya.
Tinggalah gadis itu seorang sendiri, ia terdiam menatap langit-langit ruangan. Tubuhnya sangat lemas, Hana tidak tau kenapa, bahkan untuk berfikir pun rasanya sangat lelah.
“Hana…”
Gadis itu melongo kearah ibunya. Sang Ibu sudah kembali dengan beberapa berkas.
“Hasil tes nya udah keluar,” jelas sang ibu.
“Gagal lagi ya ma?” tanya Hana dengan suara lirihnya, ia dapat merasakan dengan jelas jika terjadi penolakan dalam tubuhnya.
Sudah 7 kali Hana melakukan terapi. Bukannya membaik, malah membuat bintik merah itu sering muncul, bahkan membuat Hana kehilangan nafsu makannya.
“Dokter menyarankan Kemotrapi.”
Hana menelan ludahnya seketika mendengar kata kemotrapi, shaolin terlintas begitu saja dipikirannya.
“Cara lain?”
“Cangkok sum-sum tulang belakang, dan kamu akan dioperasi.”
Itu tidak terdengar seperti pilihan ditelinga Hana. Namun sesaat setelah itu ibunya tersenyum.
“Sekarang, apa yang pertama kali ingin kamu lakukan? Pengobatan atau pertunangan?”
Dahi Hana berkerut, Apa ini sebuah pilihan? Sepertinya itu juga bukan pilihan baginya.
Cklek
Pandangan keduanya beralih menuju pintu. Seorang remaja berdarah campuran berdiri disana.
“Siang Tante,” sapa laki-laki itu setelah melangkah masuk.
Sang ibu terlihat sangat senang dengan kedatangan laki-laki itu. Tidak dengan Hana yang lebih menginginkan kehadiran Jeno.
Yah, Hana tiba-tiba merindukan perhatian Jeno yang selalu ia dapat setiap harinya.
“Mark, kebetulan. Tolong jagain Hana ya, tante ada urusan sebentar,” pinta wanita paruh baya itu pamit.
Sementara Hana yang menjadi korban sang ibu, mulai kesulitan untuk bersikap.
Laki-laki itu melangkah maju, mulutnya belum mengeluaran sepatah kata pun untuk menyapa Hana, malah tangannya yang terulur kedepan.
Hana yang setengah berbaring pun mulai bertanya-tanya, apa yang dilakukan Mark?
“Aku Mark, Nice to meet You,” tuturnya seperti orang berkenalan, ia mengingat betul ucapan Hana di lapangan waktu itu.
Jika Hana sudah melupakannya dan tidak mengenal siapa itu Mark, dan sikapnya pada Mark akhir-akhir ini cukup memberikan bukti jika Hana tidak main-main dengan ucapannya.
Hana menjabat tangan itu “Hana,” jawabnya tidak bersemangat.
Kesan pertama yang Mark dapat saat bertemu Hana, dingin. Bukan hanya sikapnya, tangan Hana juga sangat dingin, Mark benar-benar khawatir.
“Gimana keadaan kamu?” lanjutnya, duduk dikursi yang ada disana, Hana pun menoleh kearah laki-laki itu.
“Harus ya, kita kayak gini?”
Mark bungkam mendengar pertanyaan Hana, dadanya seperti diserang rasa sakit yang luar biasa.
Benar jika keduanya sudah saling mengenal sebelumnya, bahkan sangat dekat. Mark, Hana dan Raichan, mereka sudah bersahabat sejak kecil.
Namun kejadian itu membuat mereka harus terpisah, dan Mark harus kembali ke Kanada.
Ada kebakaran disekolah mereka, saat itu mereka baru saja menginjakan kaki disekolah menengah pertama. Para siswa perempuan sedang berada di ruang kesenian, termasuk Hana.
Dan Mark datang menyelamatkan Hana saat itu, Mark memang selalu bertingkah sok dewasa sejak kecil, hingga laki-laki itu berhasil menyelamatkan Hana dan membawanya keluar dari sana.
Namun lain hal yang terjadi, setelah berhasil menyelamatkan Hana, laki-laki itu kembali masuk kedalam kelas tanpa memperhatikan kiri kanannya, hingga Mark berhasil ditabrak oleh mobil pemadam kebakaran.
Kondisi Mark cukup parah saat itu, hingga dirinya dilarikan kerumah sakit. Sayangnya Mark harus kehilangan ingatannya.
Ayah Mark membuat keputusan untuk membawa laki-laki itu ke kampung halamannya, dan ingin melanjutkan pengobatan Mark disana.
Hana benar-benar sedih saat itu, malaikat penolongnya harus bernasib tragis. Padahal diwaktu yang sama, mereka juga sedang tidak dalam hubungan yang baik.
“Aku tau kamu sempat hilang ingatan, tapi mengapa hanya ingatan tentang aku yang masih hilang?” tanya Hana pelan, memandang laki-laki yang kini tidak berani memandangnya.
“Aku benar-benar merasa jadi orang lain,” lajut Hana.
“Nggak, kamu bukan orang lain,” jawab Mark.