TIME IS GONE

Dwi Budiase
Chapter #8

[HBD] Pesan Bersama Kejutan

HARI ITU matahari bersinar cerah di atas lapangan SMA Nasional Jakarta (SMANTA), seolah turut merayakan semangat dan antusiasme yang memenuhi seluruh siswa. Kanaya duduk di deretan belakang aula besar, memperhatikan siswa-siswa yang sudah berkerumun, menunggu giliran orasi dan presentasi dari para calon ketua OSIS. Hari ini adalah hari yang menentukan bagi Satya dan seluruh calon OSIS lainnya. Dalam beberapa jam, mereka akan mengetahui siapa yang akan memimpin organisasi siswa selama setahun ke depan.

Di atas panggung, beberapa calon ketua OSIS sudah menyampaikan visi dan misi mereka. Suasana aula penuh dengan tepuk tangan dan sorak-sorai, tetapi di tengah semua itu, perhatian Kanaya hanya tertuju pada satu sosok—Satya. Sejak percakapan mereka di ruang BK beberapa hari lalu, Kanaya melihat perubahan pada diri Satya. Semangat yang dulu tampak pudar kini mulai kembali. Angka merah yang menghantui Satya memang masih ada, tapi perubahannya membuat Kanaya yakin bahwa Satya sedang berusaha keras untuk menemukan kembali dirinya.

Saat nama Satya dipanggil, seluruh aula hening. Satya melangkah ke depan dengan percaya diri, tangannya menggenggam mikrofon dengan mantap. Kanaya melihat sekeliling, banyak siswa yang diam menunggu kata pertama yang akan keluar dari mulut Satya. Momen ini adalah ujian besar bagi Satya, bukan hanya sebagai calon ketua OSIS, tapi juga sebagai seseorang yang sedang berjuang melawan keputusasaan yang selama ini menghantuinya.

Satya menarik napas dalam-dalam sebelum memulai orasinya. “Teman-teman SMANTA, saya berdiri di sini hari ini bukan hanya untuk berbicara tentang visi dan misi. Saya berdiri di sini untuk berbicara tentang kita semua. Tentang bagaimana kita bisa membawa perubahan di sekolah ini, bersama-sama.”

Sorak-sorai kecil terdengar dari penonton, tetapi Satya tetap fokus.

“Sebagai calon ketua OSIS, saya tidak ingin sekadar memimpin. Saya ingin mendengar kalian. Saya ingin OSIS menjadi tempat di mana setiap siswa merasa dihargai, di mana setiap suara didengar. Bukan hanya suara mereka yang berprestasi atau mereka yang populer, tapi juga mereka yang mungkin merasa tak terlihat.”

Perkataan Satya membuat suasana aula berubah. Kata-katanya menyentuh hati banyak siswa yang mungkin selama ini merasa terabaikan. Kanaya memperhatikan bagaimana Satya mengendalikan panggung dengan tenang, tidak terpengaruh oleh keramaian atau tekanan. Setiap kalimat yang ia ucapkan terdengar tulus, dan itu membuat semua orang mendengarkan dengan seksama.

“Visi saya adalah sekolah yang lebih inklusif, di mana kita saling mendukung, bukan saling menjatuhkan. Saya ingin OSIS menjadi wadah bagi kita semua untuk belajar, tumbuh, dan menjadi pribadi yang lebih baik, tanpa terkecuali.”

Senyum kecil muncul di wajah Kanaya. Satya berhasil menemukan suaranya kembali. Semangat itu tampak jelas, bukan hanya di wajahnya, tetapi juga di aura yang ia pancarkan. Orasinya berlanjut dengan penjelasan tentang program-program yang akan ia jalankan jika terpilih. Setiap kata yang ia ucapkan membuat aula semakin hidup. Dukungan siswa-siswa semakin terasa, tepuk tangan dan sorakan pun bergemuruh setiap kali Satya menyampaikan ide briliannya.

Saat orasi selesai, Satya menunduk hormat dan menutup pidatonya dengan kalimat yang penuh keyakinan. "Saya Dwi Satya Pratama, bukan hanya calon ketua OSIS, tapi juga teman kalian. Mari kita ciptakan SMANTA yang lebih baik, bersama-sama."

Suara tepuk tangan menggema di seluruh aula. Senyum Satya semakin lebar, dan Kanaya bisa melihat kebanggaan yang memancar dari matanya. Itu adalah ekspresi seorang pemimpin yang siap menghadapi tantangan, seorang pemimpin yang baru saja mendapatkan kembali kepercayaan diri yang sempat hilang.

Lihat selengkapnya