TIME IS GONE

Dwi Budiase
Chapter #19

Aksi Nyata Dirgahayu

LANGIT WAKATOBI pagi itu cerah, seolah turut merayakan kegembiraan yang tengah menyelimuti hati Kanaya. Setelah seminggu melakukan live streaming untuk mengumpulkan donasi guna memperbaiki jembatan yang hampir runtuh, ia tak menyangka akhirnya bisa mengumpulkan dana lebih dari cukup. Dukungan dari para penonton setianya datang bak hujan deras, tak henti-hentinya mengalir, memberikan harapan baru bagi masyarakat Wakatobi yang sudah lama menanti perubahan.

Di pelabuhan kecil yang sederhana, tumpukan kayu meranti yang baru dibeli berbaris rapi, siap digunakan sebagai fondasi jembatan baru. Masyarakat setempat, baik laki-laki maupun perempuan, berkumpul dengan penuh semangat. Pekerjaan besar ini akan menjadi simbol kebersamaan mereka, dan Kanaya, meski hanya seorang perawat yang datang untuk liburan, kini menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat di sini.

Bima, pria yang menemani Kanaya selama liburannya di Wakatobi, sudah berdiri di tengah kelompok pria yang akan mengerjakan rekonstruksi jembatan. Dengan wajah penuh keyakinan, ia memberikan arahan kepada yang lain. Kayu meranti dipilih karena terkenal kuat dan tahan lama, sesuatu yang sangat mereka butuhkan untuk membangun jembatan yang lebih kokoh daripada sebelumnya.

Sementara itu, di bagian lain desa, ibu-ibu setempat dan Kanaya sibuk menyiapkan makanan untuk para pekerja. Ada aroma harum nasi liwet yang sedang dimasak, dan beberapa jenis lauk-pauk khas Wakatobi yang telah siap dihidangkan. Ibu-ibu dengan cekatan menyiapkan bahan-bahan, sementara Kanaya membantu memasak dan menyajikan. Mereka tertawa bersama, menikmati setiap momen kecil di tengah hiruk-pikuk pekerjaan berat yang sedang berlangsung.

"Saya tidak menyangka donasi dari live streaming itu bisa sebesar ini," kata Kanaya sambil memotong cabai untuk sambal.

Seorang ibu yang sedang mengaduk panci besar tersenyum ke arah Kanaya. "Bukan hanya donasi, Nak. Hatimu yang tulus itu yang membuat semua ini mungkin. Masyarakat di luar sana bisa merasakan ketulusanmu, itu sebabnya mereka mau membantu."

Kanaya tersenyum kecil. Ia tidak pernah berpikir akan mendapat apresiasi sebesar ini. Baginya, membantu orang lain adalah bentuk cinta yang paling murni, dan Wakatobi telah mengajarinya banyak hal tentang hidup sederhana namun bermakna. Ia merasa bersyukur bisa berada di sini dan menjadi bagian dari perubahan besar ini.

Sementara para pria bekerja di bawah terik matahari, suasana desa dipenuhi dengan suara palu, gergaji, dan obrolan riang. Bima berdiri di atas rangka jembatan yang baru, sesekali memberikan instruksi kepada para pekerja. Keringat menetes di dahinya, namun ia terlihat bahagia. Sudah lama Bima ingin melihat desanya mengalami perubahan, dan kini, mimpi itu hampir terwujud.

Lihat selengkapnya