Di halaman sebuah istana yang seakan menua bersama luka-luka penghuni dihadapannya, berdirilah seorang ibu. Pagar besi di depannya telah berkarat, seperti kenangan yang terus menggerogoti hatinya. Ia memeluk erat bayinya dalam genggaman tangannya yang kasar, tangan yang lelah menahan kehidupan yang kian berat. Di atasnya, sebuah payung hitam terbuka, melindungi tubuh ringkihnya dari hujan yang turun perlahan. Payung itu bukan sekadar peneduh, melainkan simbol keteguhan—keteguhan yang dibalut duka mendalam.