TINTA HITAM

Rizki Mubarok
Chapter #8

Wadas Tak Pernah Kandas

Malam itu terasa lebih gelap dari biasanya. Di tengah sunyi yang dipaksa oleh kebisingan kota, jeritan dan teriakan menggema tanpa henti. Suaranya mengiris udara, membelah malam yang kian mencekam. Anak-anak kecil berkeliaran dengan langkah bingung, mata mereka memancarkan ketakutan yang terlalu besar untuk usia mereka. Sementara itu, orang dewasa berhamburan ke segala arah, berusaha menyelamatkan apa pun yang tersisa dari kehidupan mereka yang terancam musnah.

Di balik tirai malam yang pekat, kepedihan meronta-ronta tanpa bisa dibendung. Satu persatu mereka menghilang—bukan karena kemauan sendiri, tetapi karena dirampas haknya. Tanah yang telah mereka pijak turun-temurun diambil paksa. Senyuman yang dahulu menghiasi wajah mereka pudar, digantikan kepahitan yang tak kunjung sirna. Hidup mereka, yang dulu berjalan sederhana namun penuh arti, kini tercerabut begitu saja. Tidak ada lagi kasih yang bertabur sayang. Tidak ada kepedulian yang tulus. Yang tersisa hanyalah keserakahan yang merajalela, membungkam kemanusiaan dengan satu tujuan yang terus digaungkan: cuan.

Cuan. Cuan. Cuan. Kata itu berulang-ulang menggema, menjadi mantra yang membenarkan perampasan dan ketidakadilan. Cuan telah menjadi tuhan baru bagi mereka yang berkuasa. Demi keuntungan yang tak mengenal batas, mereka rela merenggut segalanya. Tidak ada lagi suara hati, tidak ada lagi rasa kemanusiaan. Yang ada hanyalah kerakusan yang semakin dalam mencengkeram.

Namun, di tengah gelap yang mengancam untuk menelan segalanya, Wadas tak pernah padam. Ia terus melawan. Api perlawanan di sana menyala terang, membakar ketidakadilan yang coba ditegakkan oleh segelintir penguasa. Wadas adalah simbol keteguhan, keberanian, dan harapan. Ia tidak akan pernah kandas. Selama masih ada mereka yang berdiri menjaga tanahnya, menjaga martabatnya, Wadas akan tetap membara. Sebab, ada sesuatu yang tidak bisa dirampas—harga diri dan keyakinan bahwa kebenaran harus diperjuangkan sampai akhir.


Lihat selengkapnya