Suasana mendung yang menyejukkan di kampung Ragamukti desa Citayam yang berada di pinggiran dari desa lainnya. Desa Citayam, terletak di Kabupaten Bogor yang perbatasan dengan Kotamadya Depok yang masih satu provinsi, yakni Provinsi Jawa Barat.
Hiduplah seorang anak berusia 16 tahun, yang menjalankan kehidupan nya tidak lah seindah anak-anak seusianya. Selama sepuluh tahun terakhir, dia mendapatkan perilaku yang kurang meng-enakan dalam dirinya. Dia seperti diasingkan di rumah nya sendiri. Ayah nya yang bernama Wesninto Aditya, selalu pergi dengan beralasan pergi bekerja. Ibunya bernama Sri Warsi teramat kesal dengan tingkah suaminya yang tidak pernah pulang, sekalinya pulang tidak mendapatkan penghasilan dan selalu membawa kasus demi kasus ke rumah itu.
"Kenapa?? Kenapa harus aku yang mengalami semua ini?? Kenapaaa.." teriak rintihan suara seseorang dari bilik kamarnya yang gelap dan sunyi.
Arashiwan Arkham, ya itulah namanya. Dia lahir dari keluarga yang sangat miskin di pinggiran sudut desa Citayam. Terlahir sebagai anak yang berbeda dari ke 3 saudaranya. Kakak tertuanya yang bernama Zarkasyi dan kakak keduanya bernama Salsabila Asri. Dan adiknya bernama Zarah Asri. Ayahnya yang tidak pernah pulang setiap pergi dengan beralasan bekerja. Ibu nya yang selalu depresi mengingat semua itu, sehingga terkadang Arashiwan atau Arashi sering terkena pukulan yang mengakibatkan memar di beberapa bagian tubuhnya.
Sakit yang sakit teramat, jari-jarinya sering memar. Sehingga di sekolahnya pun ketika belajar dia susah untuk sekedar memegang pulpen. Arashi sering sekali tidak masuk, karena rasa sakit yang terkadang dia rasakan telah melewati batasnya. Bukan hanya di rumah saja, di sekolah pun dia tidak luput dari pembullyan dari seniornya dan juga hal yang kurang baik dari juniornya bahkan teman sekelasnya. Bahkan beberapa guru ada yang tidak menyukainya karena ulah ayahnya yang pernah melakukan pekerjaan yang tidak pernah tuntas, sehingga di cap sebagai seorang penipu. Hal itu berimbas pada Arashi yang tidak tahu apa-apa. Hanya sedikit guru saja yang respect padanya. Termasuk kepala sekolah, makanya sampai saat ini Arashi masih bisa bertahan di sekolahnya itu. Padahal, sebentar lagi dia akan naik kelas 11 di sekolah itu.
Dia ingin merubah suasana rumahnya itu. Menjadi seperti surga. Dia pun memiliki impian dan cita-cita sebagai seorang penulis.
"Apa aku bisa? Dengan keadaan ku seperti ini saat ini?" Tanyanya pada dirinya sendiri.
Saudara-saudara nya itu pun tidak ada yang mendukung impian dan cita-cita nya itu, bahkan ibunya sendiri mengganggap hal itu sama saja membuang waktu. Semua itu tidak dapat menghasilkan sesuatu untuk makan atau menutupi kebutuhan sehari-hari.
Tapi dia percaya dengan keteguhan hati nya, bahwa dia dapat menjadi seorang penulis terkenal suatu hari nanti. Meski jalan yang harus di lalui nya penuh liku-liku dan terjal. Duri dan jarum pun akan dia hantam untuk menggapai mimpi nya itu. Akan tetapi, jika dia mati terlebih dahulu, setidaknya dia sudah berusaha untuk menggapai impian dan cita-cita nya itu.
Biar bagaimana pun, dia mesti berbakti kepada kedua orang tuanya, seburuk apa pun tingkah lakunya. Tidak peduli dia harus menerima siksaan. Karena siksaan di dunia ini tidak seberapa.
"Arashiii..." Ibunya pun memanggilnya dengan nada yang sedikit tinggi.
"Ibu," ujar Arashi pelan.
"Iya Bu.." jawab Arashi yang keluar meninggalkan kamarnya menuju suara ibunya itu.
"Kamu sudah menyelesaikan tugas sekolah?" Tanya ibunya dengan nada biasa.
"Alhamdulillah sudah Bu." Jawab Arashi dengan sedikit merunduk.
"Ya udah bantu ibu, tolong bersihin piring-piring yang kotor di dapur. Ibu mau belanja dulu buat makan malam ini." Ujar Sri Warsi.
"Iya Bu." Jawab Arashi dengan sopan.