TIRA Miss You

Rosalia
Chapter #2

BAB 1 PERPISAHAN DAN LUKA

BAB 1

PERPISAHAN DAN LUKA

HAL yang paling menyakitkan di dunia yang penuh cobaan dan ujian dari sang ilahi adalah sebuah perpisahan. Laksmi dan Sutejo, kedua orang tua lengkap yang dianggap merawat, melindungi dan memberi nafkah hingga akar rambut tak lebat lagi, namun harus berujung pertikaian di meja hijau.

Sosok lelaki bringas yang sangat sulit mengendalikan emosi. Wajahnya tak begitu jelek juga tidak tampan-tampan amat, tergolong biasa saja untuk ukuran lelaki dewasa. Selalu mencari kambing hitam untuk setiap permasalahan yang menimpa. Meskipun ayah kandung, namun yudis dan tira tidak enggan menjaga jarak. Botol warna hitam berlogo scotch whisky selalu menjadi penanda aroma wiski chival regal 12 ketika dirinya sempoyongan tak bisa menopang tubuh kekarnya yang berbulu lebat sambil menggedor-gedor pintu rumah. Laksmi selalu sabar menghadapi keruetan itu. Namun tidak untuk kedua anaknya.

“Bu…, Biarkan Ayah mati saja. Dia selalu menyusahkan Kita.” Begitu kata Yudis dengan wajah memerah dan penuh amarah.

“Dasar, laknat Kau.” Sutejo menunjuk muka Yudis dengan ibu jarinya, kedua kakinya gemetaran dan seketika berselunjur longgar dilantai berusaha meraih tangan Yudis, namun tak berhasil. Ia segera tunggang langgang menuju ruangan berukuran 3x4 meter yang aman dan ternyaman di dalam rumahnya. Walaupun divan yang digunakan berasal dari kayu mahoni berserat lurus menyerupai kayu jati, seprei yang sudah tak jamannya lagi, almarinya pun hanya kotak plastik yang terususun tidak begitu rapi, umurnya sekita belasan tahun, namun di situlah mereka beranjak dewasa.

           Yudis secara sadar membidik adiknya untuk membenci sutejo seperti dirinya. Yudis dan tira berjanji akan selalu bersatu untuk mengangkat derajat orang tuanya. Mereka tak ingin terjebak dengan garis kemiskinan yang akan menggerus keluarganya, meskipun secara otak yudis bukan anak yang pintar karena sering mendengar pertengkaran orang tuanya sehingga menyerang psikisnya, linglung.

 “Sampai kapan keadaan keluarga Kita akan seperti ini Kak?” Tira mulai gelisah dengan keadaannya yang setiap hari hanya makan dengan lauk krupuk atau tempe. Ia mendekati Kakaknya yang sedang rebahan di kasur menekuk kedua tangannya di belakang leher.

Sejenak yudis terdiam. Ia menatap beberapa genteng dengan lubang kecil yang menyorot silau matanya, yudis mengalihkan pandangan lalu menatap tira. “Kamu tenang saja, Tuhan tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan umat-Nya.”

“Dari dulu Kakak selalu bilang tenang, tenang dan tenang.” Tira semula bersandar di pintu kamar Yudis, mulai menepakkan kakinya perlahan kemudian duduk di sisa kasur yang dipenuhi tubuh yudis yang begitu berisi.

 “Heuh, Kamu kenapa sih? kayak orang kebelet nikah saja.” Begitu kata Yudis yang mulai mengubah posisinya, menarik tubuhnya kebelakang penopang kasurnya. Tirapun menyesuaikan.

Tok… tok… tok….

Suara ketukan pintu seketika membuat suasana hening. Tak kalah sunyi dengan hati yudis dan tira yang sedang menyusun rencana untuk menjadi orang kaya dan membals dendam kepada ayahnya yang telah menelantarkan mereka.

“Yudis... Tira.... ini Ibu tolong bukakan pintu.”

Mendengar teriakan ibunya, tira segera berlari untuk membukakan pintu.

Klek!

"Bu..., katanya pulang terlambat?"

"Enggak jadi. Ternyata semua pesanan sudah dikemas tepat waktu." Serambi meletakkan bungkusan di meja makan. Laksmi selalu pulang membawa makanan sisa pesanan catering Bu Eko.

Klek!

Setelah kembali menutup pintu coklat dengan motif ukiran jepara peninggalan mendiang kakeknya, tira menyusul laksmi perlahan penuh keraguan menuju meja makan.

"Bu, Aku ingin bekerja ke kota.” Tira duduk di hadapan Laksmi yang sedang membuka beberapa bungkusan plastik yang Ia bawa dari rumah ketering Bu Eko. Sambal teri, kering tempe dan mie goreng, sebagai lauknya ia membawa ayam goreng kesukaan anak perempuannya yang sudah menginjak remaja.

Laksmi diam dan masih melanjutkan membuka bungkusan plastik dan menaruhnya ke dalam piring untuk makan malam bertiga. Tira memperhatikan laksmi, ia menatap detail setiap gerakan jemari lentik ibunya yang sedang menata makanan dengan cepat dan rapi. Tira tak membantu, dia hanya menopang dagu dengan kedua tangannya dalam lamunan.

Ya. Keseharian laksmi adalah membantu semua pekerjaan di rumah catering bu eko yang jaraknya tak jauh dari rumahnya sekitar 100 meter. Namun siapa yang menyangka, ketika laksmi mengais rejeki untuk bertahan hidup kedua anaknya asyik menyusun rencana untuk menghancurkan ayahnya dengan cara apapun.

“Mau kerja apa Kamu Ra?” Laksmi duduk di kursi makan berhadapan dengan Tira.

Tira masih dengan posisi yang sama menopang dagu dengan kedua tangannya. “Apa saja Bu, yang penting menghasilkan uang.”

“Hmmm..., Kamu pikir mudah mencari kerja di kota?” bola mata laksmi sedang berkeliling di wajah tirus Tira, ia seperti menemukan rasa yang terpendam. “Kamu ada masalah?” tanyanya kemudian dengan penuh tatapan kecemasan.

Lihat selengkapnya