Tiramisu Cake

Mita Vacariani
Chapter #7

Am I Jealous?

“Gue dengar ada yang nge-date, ya semalam?” Dimas yang baru saja masuk kelas sengaja bertanya dengan suara keras. Sementara itu, Keira dan Gwen yang sudah datang lebih pagi masih asyik dengan kegiatannya masing-masing. Gwen yang sedang sibuk menyontek PR milik Keira dan Keira fokus dengan ponselnya.

Menyadari orang yang disindirnya tidak merespon, Dimas bicara lagi, “Beda deh yang habis nge-date, megang HP mulu dari tadi.”

Keira melirik Dimas sekilas, “Lo ngomong sama gue?”

Dimas membalas tatapan Keira tajam, “Menurut lo? Emang siapa lagi yang merasa pergi nge-date semalam? Gwen?”

Mendengar namanya disebut, Gwen berhenti menulis, “Apaan sih? Lo kenapa, Dim, datang-datang langsung sewot begitu?”

“Iya, lagi PMS[1], ya?” Keira mencoba bercanda.

Bukannya tertawa, Dimas malah menanggapi candaan Keira tersebut dingin. Sejak tahu dari Gwen kalau Keira akhirnya jadi nonton dengan Leon, Dimas sudah uring-uringan. Ingin rasanya dia menyusul ke bioskop dan memaksa Keira pulang.

Sejak awal, Dimas tidak pernah menyukai Leon. Cowok yang terkenal bad boy seantero Devasca ini bukan hanya selalu tebar pesona di mana-mana, tapi konon katanya jauh lebih berbahaya dari yang sebenarnya orang-orang tahu.

Leon sering bergaul dengan kalangan socialite di Jakarta. Leon si anak pengusaha terkenal itu katanya suka clubbing dan pernah ketahuan teler di kelas, tapi tidak ada tindakan dari pihak sekolah karena pengaruh dari sang ayah. Begitulah kurang lebih gosip yang Dimas dengar mengenai Leon. Wajar rasanya jika hal ini membuatnya khawatir. Leon  bisa saja membawa pengaruh buruk untuk Keira.

Gwen pernah bilang, Dimas kadang kelewat posesif dengan siapa pun cowok-cowok yang dekat dengan Keira. Namun, kali ini situasinya berbeda. Membalas Canti dengan mendekati Leon bukanlah hal yang tepat dilakukan.

“Gue kan pernah bilang sama lo, jangan dekat-dekat sama Leon. Nurut bisa nggak, sih?”

“Nggak,” sahut Keira datar. “Emang kenapa sama Kak Leon? Dulu-dulu gue dekat sama Jerry atau Indra, lo nggak sewot sampai segininya.”

Dimas berdecak kesal. “Siapa bilang gue nggak sewot. Dulu waktu sama Jerry gue udah ingetin lo, dia nggak serius dan cuma iseng doang. Nggak inget apa seminggu lo nangis-nangis sama gue?”

Keira sudah membuka mulutnya untuk protes tapi Dimas memotongnya dengan cepat. “Terus sama Indra juga, gue bilang jangan suka kasih harapan kalau nggak suka. Lo malah tetap menanggapi dia. Giliran dia nembak, lo kabur. Terus gue yang harus ngejagain lo kalau nggak enak sama dia. Perlu gue sebutin cowok-cowok yang lain?”

Keira mengernyitkan alis dan memajukan mulutnya, kebiasaan yang sudah sangat Dimas hafal setiap kali sahabatnya itu tidak suka dengan sesuatu.

Keira tidak terima dengan argumen Dimas. Seingatnya, dia tidak pernah menangis karena Jerry sampai seminggu. Sama halnya dengan Indra. Justru Dimas-lah yang menawarkan diri untuk menjadi tamengnya, jadi kenapa sekarang hal itu justru dipermasalahkan.

“Jadi lo nggak ikhlas?” Keira mulai merajuk.

“Bukannya gitu, Kei.” Nada suara Dimas mulai melunak. “Gue nggak mau lo main-main sama Leon.”

Lihat selengkapnya