Hari H, Lomba Cheers Nasional...
“Perhatian, semua peserta lomba silakan bersiap-siap di posisinya masing-masing. Sepuluh menit lagi akan dimulai dengan opening ceremony dan setelah itu dilanjutkan dengan penampilan solo dance oleh Canti Ayuna dari SMA Devasca. Canti, are you ready?”
Canti tersenyum dan mengangguk mantap kepada petugas panggung yang memberikan instruksi tadi. Sesaat dia memejamkan mata, menghela napas panjang, lalu membuka matanya dan mengamati bayangan dirinya di cermin. Belum pernah dia merasa secantik ini melihat pantulan wajahnya sendiri di cermin.
Canti mengenakan kostum balet warna putih yang melekat sempurna di tubuhnya yang ramping. Rambutnya diikat rapi dengan tambahan flower crown, simbol dari klub cheerleader mereka. Nanti Canti akan tampil membawakan tarian balet klasik dan dikombinasikan dengan tarian modern kontemporer.
Sementara itu, anggota CROWN yang lain juga tengah bersiap-siap untuk tampil. Keira berada di antara mereka ketika dilihatnya Canti sedang bergerak-gerak ringan agar badannya tidak kaku.
“Can, udah siap?”
Canti membalikan badannya ke arah suara. “Iya.”
“Lo pendiam banget hari ini,” ujar Keira. “Lo baik-baik aja,kan?”
Nggak. “Baik, kok.” Canti mengembuskan napasnya keras-keras. “Cuma gugup aja.”
Keira tertawa pelan. “Baru kali ini gue lihat lo gugup kayak gini.”
Canti mendelik ke arah Keira. “Ya masa gue harus biasa-biasa aja, Kei. Ini pertama kalinya gue tampil menari di depan orang segitu banyak coba, masa iya gue nggak gugup.”
Selain beberapa tamu undangan, seperti orangtua murid dan pihak sekolah, penonton juga dipenuhi oleh siswa-siswi dari sekolah yang mengikuti lomba. Ditambah lagi karena lomba ini juga diliput oleh stasiun televisi, maka penonton yang hadir memang lebih banyak dari biasanya.
“Mama sama Papi juga dateng, tuh,” sambung Keira lagi yang justru menambah kegugupan Canti. “Udah nggak sabar pengin nonton performance anak kesayangan mereka.”
“Kei, please, deh.” Dalam situasi seperti ini masih bisa-bisanya Keira berkata sinis. Namun kemudian Keira tertawa lagi.
“Bercanda kali, Can. Anak kesayangan mereka kan lo sama gue. Gue ngomong gitu biar lo bisa ketawa dikit.”
Canti akhirnya ikut tersenyum. Meskipun rasa gugupnya belum seratus persen hilang tapi setidaknya dia sudah sedikit lebih tenang.
Keira kemudian mendekat ke arah Canti dan meremas bahunya. “Lo tenang aja. Yang perlu lo lakukan sekarang adalah bercerita. Anggap aja menari itu seperti lo bercerita, jadi lo nggak perlu ragu dengan semua gerakan yang lo tampilkan.”
Canti menatap mata Keira lekat-lekat. Dia menemukan kesungguhan dan ketulusan hati di sana. Rasa takutnya mulai hilang dan berganti dengan kepercayaan diri untuk tampil dengan baik.