Titi(k)

Katarina Retno Triwidayati
Chapter #8

Sumarah #2

Bukankah sikap Nastiti justru mencerminkan penerimaan akan takdir yang digariskan? Ya, penerimaan akan nasib tak menyenangkan yang mesti ditanggungnya saat ini.

Aku terdiam. Aku mencari jawaban. Sialnya aku tidak menemukannya.

Seorang pastur dan suster memasuki rumah Nastiti. Dibantu seorang tetangga, mereka menyiapkan altar kecil untuk misa pemberkatan jenazah. Bagas sudah mengenakan pakaian rapi dan serupa anak yang tidur tenang di dalam peti. Lilin dan salib diletakkan di altar kecil itu. Sementara itu, peti mati diletakkan di depan altar seolah siap menerima berkat terakhir sebagai bekal perjalanan menuju keabadian,

Proses pemakaman berjalan cepat. Begitu cepatnya sampai aku tidak menyadari bahwa misa requiem telah berlangsung. Tanah kubur telah diberkati. Tiba-tiba aku melihat tubuh mungil berada di sana, di dalam tanah.

Apakah di sana gelap, Nang? Apakah di sana dingin? Apakah di sana lebih nyaman daripada di rumahmu sendiri?

Aku terus mengajukan pertanyaan pada diriku sendiri. Aku menyiksa diri dengan mengikuti pikiran yang mungkin dan tak mungkin tentang semua hal. Seandainya Nastiti tidak pernah menikah dengan Damar. Seandainya Bagas tidak dilahirkan. Seandainya ini dan seandainya itu.

Hal yang lebih terasa menjengkelkan dan memuakkan adalah ketidakhadiran Damar. Tapi ya apa bedanya sih dia datang dan nggak?

Kembali dari pemakaman membuat seluruh tubuhku lemas. Rasanya semua energi yang kumiliki tertinggal di deret-deret nisan itu. Aku pun menemukan ruang kosong dalam hatiku yang terasa teramat mengganggu setelah menguburkan Bagas.

Setelah membersihkan diri, aku masuk ke dalam rumah melalui dapur. Ibu tampak jauh lebih tua. Dia duduk dan tampaknya tengah melamun. “Bu,” sapaku. Ada rasa khawatir menyusup di dadaku.

Ibu menoleh. Tanpa perlu berkata-kata, rasanya aku tahu apa yang ada di dalam pikirannya. Aku mendekati ibu. Lalu duduk di sampingnya. Semua hal yang terjadi telah membuat kami bertambah tua dalam waktu yang sangat singkat. Sungguh rasanya seperti menjadi tua puluhan tahun dan begitu tidak berdaya.

Lihat selengkapnya