"Denger-denger, kemarin ada yang abis makan siang sama Anjani, nih."
Aksa tidak mengindahkan ucapan Fery. Matanya masih berkutat pada layar laptop yang menampilkan beberpa data penting kantor. Lagi pula, Fery datang ke ruangannya tanpa alasan yang jelas. Jam kerja sudah usai sejak setengah jam yang lalu. Jadi wajar jika Aksa mengabaikan orang yang tidak diundang ke ruangannya ini.
"Nih."
Manik mata Aksa akhirnya berhasil teralihkan oleh sesuatu yang Fery sodorkan di hadapannya.
"Dari Anjani."
"Hah?"
Tentu saja Aksa masih belum paham. Tapi dia masih ingat nama makanan yang Fery berikan. Jani-lah yang memberitahu nama itu padanya, "Klepon." Jajanan tradisional berbentuk bulat dengan taburan kelapa di seluruh permukaanya. Jangan lupakan sensasi meletus yang meninggalkan rasa manis di dalam mulut. Itu adalah bagian paling favorit Aksa saat memakan jajanan ini.
"Tadi istirahat jam makan siang Jani pulang. Terus dia bawa jajanan buatan Ibunya waktu balik ke kantor. Jani bagi-bagiin kesemuanya. Kecuali yang ini, katanya ini kesukaan lo."
Aksa tersenyum.
"Gue temenan sama lo udah dari jaman rambut model Tomingse sampai sekarang rambut gue udah mau muncul uban. Gue baru tahu lo suka klepon. Sejak kapan? Enggak mungkin di Kanada ada Klepon kan, Sa?" Fery mulai hiperbola.
"Terus Anjani sekarang di mana?" Tanya Aksa tanpa menanggapi pertanyaan Fery sebelumnya.
"Tadi lo kan enggak di kantor. Gue ketemu dia waktu ambil kopi di depan. Jani nitip buat lo. Kayaknya sih dia ngira lo sibuk."
"Oh," Aksa menanggapinya singkat.
"Oh gimana? Jadi suka kleponnya, apa Anjaninya nih?" Tanya Fery.
Aksa memutar bola matanya malas.
"Pulang sana, ntar Sarah nyariin," bukannya menjawab, Aksa malah mengalihkan pembicaraan.
"Bini gue enggak akan nyariin. Jangankan nyariin gue, kemarin aja dia enggak sadar gue pulang."
"Tumben, katanya dia lagi hamil muda."
Fery menghela napasnya.
"Sejak tahu kalau dia hamil, Sarah sibuk nonton drama korea. Pengen anaknya kayak Ong Ong siapa gitu."
Aksa terkekeh.
"Lo kan Bapaknya. Mana bisa jauh beda dari muka anak Pak Setyo."
Fery tidak mengelak. Istrinya memang berlebihan. Tapi dia tidak bisa protes. Karena Sarah membawa calon bayi mereka sebagai alasan.
"Jadi gimana, Anjani?"
"Gimana gimana maksudnya?"