Titik 0 Km

Egi Arganisa
Chapter #16

16. Penyelamat Gang Sempit

Merasa sudah biasa pulang sendiri dengan angkutan umum, Jani menolak tawaran Aksa untuk mengantarkannya pulang hari ini. Bukan tanpa alasan, Aksa sedang lembur dan Jani tidak mau merepotkannya.

Saat ini, Jani sudah berada di dalam angkot dengan aman seperti biasanya. Dia hanya tinggal duduk saja menunggu sopir berhenti di tempat tujuannya. Tapi, Jani merasa tidak nyaman karena melihat gelagat mencurigakan dari seorang ibu-ibu yang duduk di sebelahnya.

Awalnya Jani tidak mau peduli. Dia sudah lelah dan ingin segera pulang. Tapi Saat wanita paruh baya itu turun, Jani sadar dia diikuti oleh tiga penumpang lain yang berpenampilan seperti preman. Akhirnya Jani ikut turun karena merasa khawatir dan tidak tenang.

Jani mengikuti mereka sampai pada gang sempit yang sepi. Sesuai dugaan, orang yang mengikuti wanita paruh baya itu benar-benar preman. Jani bisa saja kabur sekarang. Tapi dia ragu untuk melangkahkan kakinya mundur. Padahal, dia punya kesempatan untuk melarikan diri dan memilih pura-pura tidak tahu. Hanya saja, Jani tidak mau memilih pilihan itu. Dia tidak bisa tinggal diam melihat wanita paruh baya itu ketakutan oleh ulah preman-preman yang mengroyoknya.

"Beraninya sama yang lemah ya!" Teriak Jani dari muka gang sepi itu.

Tentu saja suara lantang milik Jani menyita perhatian tiga preman yang merasa aksinya terganggu. Dengan berani, Jani menghampiri mereka. Para preman itu masih diam dan menjadikan cewek sok pemberani itu tontonan. Jani tidak peduli, dia membantu wanita paruh baya itu berdiri dan merebut tas yang Jani yakini adalah milik korban, dari salah satu preman.

"Berani ya!" Preman itu berteriak tidak terima Jani merebut tas jarahan dari tangannya

"Pahlawan kesorean, Mbak!" Preman yang badannnya paling buntal bicara.

"Kalian yang penjahat kesorean!" Jani memberanikan diri melawan.

"Kurang ajar ini cewek! Pergi lo! Enggak usah ikut campur!" Preman berbadan buntal itu marah sampai mendorong Jani.

Jani bisa merasakan wanita paruh baya di sebelahnya ini gemetaran.

"Biarin Ibu ini pergi! Sebagai gantinya, kalian bisa rampok gue," ucap Jani.

"Dek.." Ibu itu menggeleng tidak setuju.

"Enggak apa-apa, Bu," jawab Jani.

Jujur saja, Jani takut. Tapi dia terlanjur basah ikut campur. Jika dia lari, wanita paruh baya yang lemah ini tidak akan bisa menyamai langkahnya. Jadi lebih baik mengajukan penawaran seperti ini.

"Biarin dia pergi!" Satu lagi preman yang tadinya hanya menjadi penonton sambil merokok mulai ikut bicara.

Dia menarik wanita paruh baya itu dan mendorongnya keluar gang. Sekarang, hanya tinggal Jani dan tiga preman itu. Dalam hatinya, Jani terus berdoa sambil menyebut nama-nama orang yang dia harapkan bisa menolong. Walau pun itu sangat mustahil.

"Jadiin ini cepet! Keluarin dompet, hp sama kasih kalung lo itu buat kita!" ucapnya.

Jani menurut. Dia hanya ingin semua ini cepat selesai. Preman itu mengambil apa yang dia inginkan dari Jani. Perlahan dia mundur dan mulai berjalan keluar gang.

"Sudah selesai, kan?" batin Jani.

Meski kehilangan banyak, Jani akan merasa lega kalau ini benar-benar sudah berakhir. Karena jujur, yang paling Jani takutkan adalah jika preman-preman itu melakukan sesuatu hal yang lebih buruk dari sekedar merampoknya.

"Ayo!" Teriak preman yang membawa barang-barang Jani pada dua teman premannya yang tidak bergerak itu.

Lihat selengkapnya