Kilatan petir menyambar di luar perpustakaan saat Raka membuka lembar pertama Kitab Bayangan. Suara hujan seperti menghilang, digantikan dengan bisikan-bisikan lirih dalam bahasa yang tak ia mengerti.
> “Sakitmu adalah kunci…” “Kemarahanmu adalah bahan bakarnya…”
Tiba-tiba seluruh ruangan gelap. Lampu padam. Tapi halaman buku tetap menyala samar dengan cahaya merah gelap. Raka menatap baris demi baris yang entah kenapa... bisa ia pahami.
> “Untuk membangkitkan kekuatan bayangan, satu harus mengucap sumpah...”
Tangan Raka bergetar saat membaca tulisan itu. Tapi seolah ada sesuatu dalam dirinya yang mendorong. Menyuruhnya lanjut. Menantang.
Ia menggigit bibir. Mengingat wajah Vano dan gengnya. Mengingat suara tawa mereka. Mengingat rasa malu, sakit, dan hancurnya harga diri.