Kini, 05 Mei 2019
Aku terbaring di tempat dan ranjang yang terasa asing. Selembar selimut menutupi bagian bawah tubuhku, melindunginya dari udara dingin ruangan.
Dalam sepersekian detik, aku mengira tengah bermimpi. Tapi, rasa sakit di punggung tangan mematahkan asumsiku. Tubuh terasa nyeri, persendian kaku, dan mataku sama sekali tidak bisa terbuka—meskipun aku sangat ingin.
Aroma steril, udara dingin menggigit tulang, dan cahaya terang yang menembus kelopak mata mulai bisa kurasakan. Aku juga mendengar suara bedside monitor yang berbunyi seirama dengan detak jantungku.
Bip. Bip. Bip. Awalnya terdengar samar, lalu perlahan menjadi jelas dan menakutkan. Kesadaran membawaku dalam satu kesimpulan logis: aku tengah berada di sebuah kamar rumah sakit.
Benar. Tempat ini bukanlah kamarku yang hangat dan nyaman atau bahkan akhirat.
Aku masih hidup.
Meskipun tidak bisa bergerak, aku bisa merasakan beberapa alat—yang tidak kuketahui namanya—menempel di hampir seluruh tubuhku. Aku juga merasakan ada sesuatu yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Sebuah benda pipih dan terasa dingin. Agak terlalu besar dan berat untuk ukuran sebuah gelang atau jam tangan. Entahlah.
Perlahan, satu per satu indraku berfungsi. Tapi, mulutku tetap terkunci. Mataku juga masih enggan terbuka. Suasana di tempat ini benar-benar membuatku gelisah.
Apa yang terjadi? Bagaimana aku bisa di sini? Khoirul? Awan? Mas Hadi? Di mana mereka?