Kini, 08 Mei 2019
Jika kamu mencintaiku, harusnya kamu percaya sama aku. Kamu percaya sama aku, 'kan?
Aku terus mendengar seseorang membisikkan kalimat itu bak rapalan mantra. Kalimat itu merasuk ke dalam hatiku seperti afirmasi positif yang berlebihan. Berulang-ulang dan tanpa jeda. Kian lama, suaranya seperti dengung di telinga. Aku merasa pusing. Kepalaku saperti dipukul-pukul. Sesekali, kurasakan mual tak tertahankan.
Ingatan yang menyerupai mimpi juga terus datang. Lagi dan lagi. Aku bisa melihat memori acak hadir seperti adegan film yang diputar ulang. Aku hapal setiap dialog, scene, bahkan mimik wajah para pemerannya.
Namun, aku tidak bisa memilih kenangan mana yang ingin kuingat. Segalanya seperti telah diatur. Dan aku, mau tidak mau harus mengikutinya.
Suara bedside monitor mulai membawa kesadaranku kembali. Perlahan, suara bip-nya mendominasi. Seseorang berhenti membisikkan kalimat di telingaku. Suara bip semakin keras, jelas, dan konstan. Aku kembali di ruangan yang sebelumnya: dingin dan sepi.
Ruangan ini jauh lebih dingin dari sebelumnya. Keheningan yang menyelimuti masih terasa sama. Bedside monitor tak pernah lelah memberiku tanda. Alat itu terus memberitahuku satu kenyataan: aku masih hidup.
Aku merasakan hangat di telapak tangan kanan. Seseorang pasti sedang menggenggam tanganku. Ah, aku baru sadar. Sekarang tanganku tak lagi terlipat di atas perut, melainkan di sisi pembaringan. Dan seseorang sedang menungguku di sana. Apakah itu Mas Hadi?
Hening. Seseorang yang menggenggam tanganku sama sekali tak bersuara. Dia hanya beberapa kali mengeratkan genggaman. Padahal, aku ingin sekali mengobrol. Akan kuceritakan padanya tentang mimpiku yang terasa begitu nyata. Akan kubagi dengannya semua jenis emosi yang kurasakan hari itu. Lalu, aku akan bertanya padanya kenapa? Kenapa kira-kira justru memori itu yang berhasil kuingat untuk kali pertama?
Lalu, aku tersadar. Kini aku bisa mengingat segala yang kualami sebelum hari pengunduran diri. Aku ingat masa kecilku, Ibu, Mbak Dara, dan rekan kerjaku yang lain. Aku juga bisa mengingat hari saat Mas Hadi melamarku dan semua petuah Ibu. Tapi, begitu saja kenangan itu terhenti di sana.
Anehnya, aku mengingat Mas Hadi sebagai suamiku dan juga kedua putra kami, Khoirul juga Awan.
Sebuah lagu mengalun. Pelan-pelan kucoba mengingat musik yang tak asing ini. Tapi, aku gagal. Mungkin lirik dari lagu ini juga merupakan bagian yang kuhilangkan dari ingatan.
Tak terasa gelap pun jatuh
Di ujung malam menuju pagi yang dingin
"Ini lagu kesukaan kamu, Ama."
Hanya ada sedikit bintang malam ini