Kota J, 18 Agustus 2017 (Satu Bulan Setelah Pertengkaran Pertama)
Sekali lagi, aku mematut diri di depan cermin. Kuamati pakaian minim yang membalut sebagian tubuhku—sebab sebagian lainnya sengaja dibuat terbuka. Bahan silk satin pakaian ini membuatnya terlihat mewah dan elegan. Aku juga menyukai motif bordir bunga di bagian neckline-nya. Lubang di beberapa bagian membuat lekuk tubuhku terlihat nyata. Yang meski sudah tak seindah dulu, masih cukup untuk membuatku merasa bangga.
Kuurai rambut panjangku dan kusemprotkan parfum di beberapa bagian tubuh. Tak lupa, kusapukan make up tipis di bagian wajah.
Sempurna. Aku terkagum dengan pantulan bayangan sendiri di dalam cermin. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali berdandan seperti ini untuk Mas Hadi. Dan malam ini, aku terlihat begitu eksentrik dengan pakaian yang kukenakan.
Setelah sekian lama, rasa percaya diriku kembali terisi.
Semua berkat Mbak Dara. Dia memberiku selembar lingerie hitam yang luar biasa indah dari brand premium. Beruntungnya, pakaian ini terlihat cocok dan melekat indah membalut tubuhku.
"Buat hubungan kalian panas lagi. Kamu nggak kehilangan keindahan tubuh atau kecantikan kamu, Ama. Kamu cuma kurang inisiatif aja," ucap Mbak Dara saat aku menceritakan ketegangan yang terjadi antara aku dan Mas Hadi sebulan terakhir.
Begitu saja, saran itu masuk di kepalaku. Aku melakukannya tanpa banyak ba bi bu.
Aku dan Mas Hadi bertengkar hampir setiap hari. Emosi kami meluap setiap membicarakan perihal pekerjaannya. Inilah yang membuat hubungan kami agak berjarak belakangan ini.
Tidak ada lagi perbincangan panjang di meja makan. Apa lagi obrolan hangat di tempat tidur sebelum kantuk datang.
Kami seperti manusia asing yang berbicara seperlunya.
Lalu, malam ini aku mencoba menggodanya dengan pakaian yang mengekspos hampir seluruh bagian tubuhku.
Aku mengendap keluar kamar dan memastikan bahwa anak-anak sudah benar-benar terlelap. Lampu kamar depan terlihat masih menyala, tanda jika Mas Hadi masih bekerja.
Kuketuk pintu sekali.
"Iya." Mas Hadi menyahut pelan.
Aku menarik napas panjang sebelum membuka pintu. Kuruntuhkan ego dan kerasnya hatiku demi hubungan kami kembali sehat. Aku berharap, malam ini bisa mencairkan kebekuan yang tercipta sebulan terakhir.
"Ama...," ucapnya tepat saat mata kami sempurna beradu. Tatapan Mas Hadi terasa menelanjangiku. Tapi, entah bagaimana aku suka. Gelenyar aneh memenuhi perutku.
Mas Hadi sempat memejamkan mata selama beberapa saat. Keheningan menyelimuti kami. Tapi, kemudian dia bangkit dari tempat duduk dan mendekat. Aku yakin Mas Hadi tidak akan bisa mengendalikan dirinya. Benar. Tidak ada pria yang bisa menolak jika disuguhi pemandangan seperti ini.
"Sebenarnya, ini bukan waktu yang tepat buat ngelakuin ini. Seharusnya kita bertengkar lagi malam ini seperti sebelumnya. Tapi, kamu... Sayang."
Tindakan yang diambil Mas Hadi berbanding terbalik dengan ucapannya. Dia melingkarkan lengan kekarnya di pinggangku sebelum menyelesaikan kalimatnya. Lalu, sebuah kecupan hangat mendarat di kening, pipi, bibir, juga hampir seluruh tubuhku.
Kami terbuai dalam liarnya imajinasi setelah sebulan penuh berpuasa. Ciuman berbalas ciuman. Peluk berbalas peluk. Dan lenguhan panjang menjadi akhir dari perjalanan kami malam ini.
"Kamu benar, Mas. Seharusnya kita bertengkar saja malam ini. Aku lelah sekali."
Mas Hadi mengecup puncak kepalaku sekali, lalu matanya kembali terpejam. "Bahkan kalau kita bertengkar setiap malam pun, perasaanku ke kamu tetap sama, Ama. Kamu memang hebat dalam segala hal."
Seperti biasa, Mas Hadi terus menghujaniku dengan kalimat cinta dan pujiannya. Berkali-kali hingga dadaku terasa begitu penuh.
Kami terlelap setelah mengalami kelelahan yang hebat dan baru saja terbangun saat alarm ponsel Mas Hadi terus menjerit-jerit.
Kami kesiangan. Entah apa yang membuat kami tidur begitu lelap hingga tak mendengar alarm yang berbunyi berulang kali.