Kini, 19 Mei 2019
Aku mulai bisa mendengar kebisingan di sekitar. Terlihat bayangan tubuh manusia berlalu lalang di balik penglihatanku yang terselubung.
Namun, aku sama sekali tidak bisa merasakan tubuhku sendiri. Aku juga tidak bisa mendengar suara di sekitarku dengan jelas.
Saat ini, aku seperti tengah berada di dalam air; aku merasakan tekanan, dengung suara yang tidak jelas terdengar, juga napasku yang tersengal.
Waktu terus berlalu. Aku tak kunjung bisa merasakan keberadaan tubuhku. Lalu, hal pertama yang bisa kurasakan adalah tekanan yang berulang di atas dada. Di sela itu, sebuah sengatan berhasil menyentak tubuhku. Awalnya hanya sensasi panas di dada, lantas rasa terbakar menjalar hingga ke kaki.
Gerakan yang sama terus berulang. Sengatan yang menyentak terjadi lagi hingga suara bip dari bedside monitor terdengar dan aku bisa merasakan tubuhku kembali.
Aku mulai mendapatkan kesadaranku kembali. Kenangan-kenangan menyakitkan itu berhasil melemparku ke dalam satu kenyataan perih: Mas Hadi dan Mbak Dara mengkhianatiku sejak awal pernikahan kami.
Padahal, mereka jelas bukan orang lain bagiku. Aku tidak akan menikah dengan Mas Hadi andai mengetahui rumitnya hubungan mereka delapan tahun lalu.
Dan kini, aku mungkin sudah tiba di akhir kisah ini. Aku tak butuh lagi jawaban dari alasanku berada di sini. Hidup atau mati, tidak akan ada yang peduli.
Bangun atau tidak, aku tetap harus melepaskan Mas Hadi. Mbak Dara mungkin sudah melahirkan anak Mas Hadiāadik Khoirul dan Awan.
Membayangkannya saja membuatku bergidik ngeri.
"Kamu harus bangun untuk putra sulungmu, Bu."
Kalimat yang Mita ucapkan di momen sadarku sebelumnya kembali menggema.
Benar. Aku harus bangun untuk Khoirul. Bahkan ketika tidak satu orang pun menungguku kembali, Khoirul tetap membutuhkanku.
Aku harus bangun.
"Dia kembali, Dok. Kita berhasil membawanya kembali," ucap seorang pria yang berada di sisi kiri tubuhku. Napasnya tersengal dan suaranya sedikit bergetar.
Suara bip dari bedside monitor terdengar kian stabil dan jelas.
Aku bisa merasakan seseorang memeriksa pergelangan tangan dan menyorotkan senter ke mataku. "Pasang kembali infus dan selang oksigennya, lalu pindahkan dia ke ruang perawatan intensif. Terus pantau kondisinya dan jangan lengah."
"Baik, Dok," jawab beberapa suara secara bersamaan.
Seseorang membenarkan pakaian dan posisi tidurku. Dia menyelimutiku hingga sebatas dada, lalu mereka mulai mendorong ranjangku entah ke mana.
"Bagaimana racun bisa membuat seseorang koma, Mbak?" tanya seorang perempuan yang kini tengah mendorong ranjangku. Suaranya terdengar asing di telingaku.
"Cedera otak anoksik(4)," jawab Mita singkat.