Titik Balik

Rinaha Ardelia (Seorin Lee)
Chapter #2

Chapter 2 - Bos Perfeksionis

“Maaf, Bu. Saya memang tidak bisa menggambar. Tetapi, saya merasa kuat dikonsep. Saya juga bisa membuat program event, menulis naskah untuk iklan radio, tvc, dan…” Kalimat Ferdy terpotong.

“Sudah cukup. Kamu boleh pergi sekarang. Selanjutnya,” potong Lian. Dengan tegas ia menolak mentah-mentah calon pelamar pertama.

Pelamar pertama gugur. Sudah bisa dipastikan ia tidak bisa bekerja di perusahaan Lian. Dengan raut wajah sedih dan kecewa pelamar itu berjalan lemas meninggalkan ruang interview. Bagi Lian, akan sulit bagi orang itu mengikuti arus perkembangan perusahaan Lian yang serba begitu cepat. Lian merasa orang itu tidak akan bisa mengejarnya. Jadi, karena pertimbangan itulah Lian menggugurkan pelamar pertama. Next, Lian menunjuk pelamar kedua.

“Nama kamu Alberta? Kamu berasal dari universitas negeri bergengsi di negeri ini. Benar?”

Pelamar itu mengangguk. Ia menjawab pertanyaan Lian dengan benar dan sangat santai. Awalnya, Lian terkesan dengan penampilan Alberta yang cukup tenang. Tetapi, ada saja kekurangannya. Lian menemukan celah kesalahan si pelamar. Saat sesi wawancara berjalan lancar tanpa hambatan, Lian tetap menggugurkan pelamar kedua. Alasannya cukup membuat semua orang di ruangan itu terdiam. Tak berkutik.

“Kamu tidak bisa bekerja teamwork. Kamu tahu, di perusahaan ini semua graphic designer bekerja secara teamwork. Dan kamu mengatakan bahwa kamu lebih baik bekerja sendiri dari pada mengandalkan orang lain? Itu kesalahan yang sangat besar dan fatal. Kamu mengerti?” jelas Lian panjang lebar. Si pelamar menundukkan kepala. Tanda ia mengerti dan memahami maksud ucapan Bos Lian.

Pelamar ketiga, keempat, kelima dan seterusnya tidak ada yang bisa memuaskan Lian. Sebagai seorang bos yang sangat perfeksionis, Lian menginginkan seseorang yang loyal terhadap perusahaan. Di antara pelamar yang melakukan sesi wawancara hari ini, Lian menganggap semuanya telah gugur. Tidak ada yang memenuhi kriteria dan standar kualifikasinya.

Lian kesal sekali. Setelah para pelamar pergi, Lian memarahi Aris habis-habisan. Aris tidak diberi kesempatan bicara ketika Lian mewawancarai langsung para pelamar.

“Apa yang kamu lakukan, Ris? Kenapa kamu meloloskan mereka semua yang tidak berbakat itu?” bentak Lian. Aris menyesalinya. Ia tidak berani membantah bosnya.

“Maaf, Bu. Setelah ini saya akan kembali memilih para pelamar lebih selektif lagi. Saya minta maaf kepada Ibu karena sudah membuang-buang waktu berharga Ibu.” Aris merasa sangat bersalah.

“Saya sudah mengatakannya berkali-kali, cari yang profesional bukan yang fresh graduate. Kamu mengerti perkataan saya?” Lian masih marah. Emosinya pun naik turun setelah peristiwa menyebalkan hari ini.

“Saya ulangi sekali lagi, temukan graphic designer yang serba bisa. Jangan mengulangi kesalahan yang sama atau kamu, saya pecat karena tidak becus bekerja menyeleksi pelamar kerja.” Lian pergi sambil membanting pintu ruangan. Ia berjalan cepat menuju ruangannya.

Setibanya di ruangan, Lian terkejut melihat sekretaris pribadinya datang setelah seminggu ditinggal cuti.

“Tania!” Lian berlari ke arahnya dan langsung memeluknya erat-erat. “Gue kangen banget sama loe, Tan. My best friend.”

Tania balas memeluknya sambil menampilkan senyum manisnya di depan Lian. “Gue juga kangen banget sama loe, Lian. Gue udah nggak sabar pengin cepat-cepat pergi kerja setelah cuti lama.”

“Gimana liburannya? Pasti seru, ya. Sini-sini, cerita dong sama gue. Loe ketemu siapa di sana? Loe jadi ketemu sama cowok bule yang namanya Andrew itu?” Lian memborong semua pertanyaannya. Dia penasaran sekali dengan cerita Tania, sahabatnya yang juga sekretaris pribadinya di kantor.

Lihat selengkapnya