TITIK BUTA

Shireishou
Chapter #3

Titik Buta - Pemilik Tas Misterius

Sopian berjengit dibarengi kalimat istighfar yang terlontar dari bibir tebalnya. Tas di pangkuan pria itu nyaris terlempar. Untung saja Nunu berhasil menahannya agar tidak jatuh berceceran. 

Nunu masih menganga dengan kedua mata terbuka lebar. Pikirannya mendadak carut marut melihat isinya. Sementara itu, tangan kanan Sopian kini terulur hendak menjangkau salah satu plastik putih kecil di dalam tas sambil gemetaran. 

“Bang … ini narkoba kan, Bang?” tanya Sopian terbata-bata. 

“Jangan dipegang! Nanti sidik jarimu menempel di sana! Bisa-bisa, kita yang disangka pemiliknya!“ Nunu menghalau Sopian yang hendak memastikan temuan mereka. 

Sopian pun menuruti larangan Nunu meskipun sangat penasaran. Meski Sopian tidak pernah melihat pistol sungguhan, tapi sepucuk senjata di tengah benda terlarang, sudah pasti asli, bukan? Bubuk putih dalam plastik-plastik klep itu juga sudah jelas bukan bumbu dapur, melainkan barang haram yang seharusnya tidak diperjualbelikan dan dikonsumsi sembarangan. Tidak perlu menjadi pemakai untuk mengetahui, dia sering melihatnya di televisi ketika polisi menunjukkan barang bukti dalam kasus pengedaran obat terlarang.

“Sape nyang punye narkoba segini banyak, Bang?” Sopian masih gelagapan. 

“Tidak tahu.” Jumlah barang haram itu tidak bisa dibilang sedikit. Pasti bukan sekadar untuk konsumsi pribadi.

Nunu menatap Sopian dan memperhatikan dengan saksama bagaimana bibirnya yang tadi bergerak cepat.

“Kalau dijual pasti laku mahal, Bang,” celetuk Sopian, pandangannya tidak beralih dari isi dalam tas yang masih terbuka lebar itu.

Nunu bungkam. Pikirannya masih mengembara, sedangkan Sopian sibuk memperkirakan harga benda di pangkuannya itu. Dalam beberapa kasus selebriti yang tertangkap tangan memiliki atau mengonsumsi barang tersebut, biasanya disertakan perkiraan harga transaksi. Sopian sering mendengar harga barang haram itu tidak murah. Satu gram saja bisa terjual jutaan. 

Anehnya, banyak orang justru rela merogoh kocek demi mendapatkan kenikmatan sesaat dari bubuk putih itu. Ada saja alasannya, untuk ketenangan, meredam frustrasi, menambah daya tahan agar bisa bekerja tanpa jeda, bahkan juga sekadar ikut-ikutan teman tongkrongan.

“Mau diapain ini, Bang?” Sopian kembali bersuara. “Kasih polisi aja gimana?” 

Sopian celingukan, mewaspadai keadaan sekitar. Dia berpikir keras. Tiba-tiba, nyali pria itu mendadak ciut. Tidak ada bukti bahwa barang itu bukan milik mereka berdua. Bisa saja dia dan Nunu malah langsung dijebloskan ke bui karena disangka pemilik narkoba dalam tas temuan mereka itu.           

“Tapi, kalau malah kite nyang dituduh begimane? Pan polisi sini kaga semuanye jujur? Keseret-seret berabe juga,” bisik Sopian malah meragukan usulannya sendiri.

 Nunu berdecak. Alasan yang dikatakan Sopian masuk akal. Akan sulit jika mengatakan yang sebenarnya. Bisa-bisa polisi tidak percaya. Belum lagi kalau polisi ternyata main gampang menjadikan mereka berdua kambing hitam. Runyam!

Jika dipikir lagi, berarti pemilik tas bisa saja salah satu penghuni kos yang entah sengaja ataupun tidak, telah meletakkannya di mobil mereka.

Mau dibuang di pinggir jalan, nanti kalau ditemukan orang dan malah dipakai pesta narkoba, dirinya bisa mendapat dosa jariyah. Apa sebaiknya dikubur saja?

Namun, insting Nunu membisikkan hal lain. Narkoba sebanyak ini pasti milik sindikat besar. Jangan sampai pemiliknya dibiarkan lepas begitu saja.

“Kita harus menemukan pemilik tas ini!” Nunu segera menutup kembali ritsleting tas yang masih berada di pangkuan temannya. 

“Begimane caranye, Bang? Kita pan kaga tahu tas ini dari mana.” Pria yang memangku tas itu masih bimbang.

“Kita cari di tempat kos tadi. Pemiliknya mungkin teman klien kita.” Hanya itu kemungkinan yang bisa Nunu simpulkan. Nanti, dia akan diam-diam merekam saat pemilik tas mengambil balik tasnya. Setelahnya, dia bisa segera lapor ke polisi secara anonim untuk melakukan penggerebekan. 

Dengan segera, Nunu menyalakan kembali mesin mobil, lalu melaju menuju tempat kos lama kliennya. Mungkin saja pemilik tas itu sedang menunggu kedatangan mereka. 

Lihat selengkapnya