TITIK BUTA

Shireishou
Chapter #5

Cara Lain

Nunu tidak jadi mengajak Sopian makan siang bersama. Perkara isi tas merah membuat keduanya enggan mengisi perut. Hari ini sudah tidak ada lagi pekerjaan, jadi dia mengantarkan temannya itu pulang.

“Bang, aye bisa bantu cariin pembeli.” Menjual narkoba itu masih menjadi cara paling cepat mendapatkan uang yang terpikir oleh Sopian. Penjelasan Nunu masih kalah dengan bisikan setan di hatinya.

“Tidak perlu, Yan. InsyaAllah, aku bisa cari rejeki dengan cara lain.” Nunu berpegang teguh pada pendiriannya. 

Sepanjang sisa perjalanan, mereka tidak lagi berbicara. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing hingga tanpa sadar tujuan mereka semakin dekat.

Demi mempersunting kekasihnya, Sopian memilih kontrakan yang murah meskipun aksesnya tidak begitu mudah. Andai Nunu tidak tinggal bersama Pram, Sopian bisa menumpang di rumahnya. Untung saja, jarak dari kontrakan ke rumah Nunu lumayan dekat. Bisa ditempuh dengan berjalan kaki atau berlari cepat jika sedang terburu-buru.

“Terus tasnya mo disimpen di mane, Bang?” tanya Sopian ketika mobil sudah diparkir di gang dekat kontrakannya.

“Biar aku cari tempat yang aman, sambil menghubungi temanku,” balas Nunu. 

Sopian mengangguk-angguk kecil. Dia percaya pria itu akan mempertimbangkan segala tindakannya dengan bijak. 

“Kalau gitu aye duluan. Kabarin aje kalo ada ape-ape.” Sopian melepaskan sabuk pengaman.

“Yan!” Seruan Nunu mengurungkan Sopian yang akan menjulurkan kaki keluar pintu. “Kalau ada yang mencari tas ini, bilang saja kamu tidak tahu apa-apa.” 

Sopian mengangkat jempol kanan pertanda setuju. Pria itu kemudian turun dari mobil dan melambaikan tangan sekilas pada Nunu. Mobil pick up itu berlalu menyisakan kepulan asap yang mengudara.

Kini Nunu sendirian dengan pikirannya yang bercabang antara SPP sekolah Pram dan mencari tempat aman untuk menyembunyikan tas merah itu. Dia mengecualikan rumah sendiri sebagai persembunyian demi menghindarkan kemenakannya dari bahaya.

Dia harus segera menghubungi orang itu. Orang yang familier dengan hal-hal seperti barang dalam tas temuannya. Namun, dia perlu mempertimbangkan dengan matang. Menghitung seberapa banyak risiko yang akan ditanggung jika sampai rencana yang disusunnya gagal total.

Keempat roda pick up masih bergulir di jalan beraspal yang lumayan sepi. Hanya ada satu-dua kendaraan yang berpapasan dengan Nunu. Mata pria itu waspada menyisir setiap bangunan yang dilalui. Deretan ruko yang tampak sepi sempat menarik minat, tetapi dia tetap lewat. Harus mencari tempat yang tidak mencolok. Ruko-ruko itu bisa saja didatangi pemiliknya sewaktu-waktu.

Nunu sudah melewati jalanan yang sama beberapa kali. Dia belum juga menemukan tempat yang sesuai. Pria itu lantas teringat area pemakaman yang sempat dilalui saat mengantarkan barang milik kliennya. Dia memutuskan untuk ke sana.

Di sebelah pemakaman itu ada sebuah rumah yang sepertinya sudah sangat lama tidak dihuni atau sekadar disinggahi. Cat-cat dindingnya mengelupas di sana-sini. Pada bagian bawahnya bahkan digerogoti lumut. Tiang-tiang penyangganya juga retak di segala sisi.

Nunu memarkir mobil dan memastikan tidak ada satu orang pun di sekitar sana. Dia memakai sarung tangan yang biasa digunakan saat mengangkat barang-barang berharga milik klien, lalu menghapus sidik jari pada seluruh bagian tas merah itu menggunakan lap kain dan membawanya turun dari mobil.

Dengan penuh kewaspadaan, Nunu memasuki rumah. Dia mendekati pintu utama, tetapi terkunci. Pintu kayu berpelitur cokelat yang sudah usang itu tampak rapuh. Sekali tendang saja pasti sudah bisa membuatnya roboh. Namun, dia tidak ingin sembarangan menghancurkan properti orang lain. Apalagi jika menimbulkan suara gaduh yang malah menarik perhatian orang di sekitar.

Pria itu beranjak ke sisi lain rumah untuk menemukan celah. Benar saja, kaca jendela bagian belakang sudah pecah. Nunu bisa masuk dari sana. Dia melompat melalui jendela itu dengan hati-hati, lalu terbatuk kecil begitu kakinya mendarat di lantai dapur yang penuh debu.

“Ini bisa dijadikan tempat penyimpanan sementara.” Nunu yakin tidak akan ada orang yang sudi memasuki rumah kumuh itu. 

Dia melangkah lebih ke dalam dan mencari posisi paling aman untuk menyembunyikan tas merah. Ada ruangan kecil di bawah tangga, dekat kamar mandi. Nunu melongok ruangan itu dan menemukan benda-benda usang seperti sapu, pengki, dan sofa tunggal yang beberapa bagiannya compang-camping.

“Sebaiknya kusembunyikan di sini saja.” Nunu menyelipkan tas merah itu di sela-sela sofa.  

Lihat selengkapnya