TITIK BUTA

Shireishou
Chapter #9

Kericuhan Awal

Bokem menggeram kesal ketika teleponnya diputus sepihak. Mulutnya kembali meluapkan makian dengan nada tinggi tanpa henti. Namun, beberapa detik berikutnya dia menyeringai. Pria berkepang satu itu sedikit puas karena emosinya terlampiaskan dengan menghabisi nyawa Sopian.

“Dasar bodoh!” maki Bokem mengingat betapa bebal Sopian, hingga meregang nyawa di tangannya. 

Sopian berhasil tertangkap dan diseret oleh rekan Bokem keluar dari terminal Depok. Di bekas gudang yang terbengkalai, Bokem menghajar pria malang itu habis-habisan. Tanpa ampun. Kekesalannya semakin memuncak ketika tidak ada jawaban yang didapatkan bahkan hingga ajal menjemput.

“Sok jagoan!” Bokem mendecih kesal. “Dipikirnya dia pahlawan?!”

Menghabisi Sopian bukan hal yang sulit. Bokem bahkan tidak perlu mengerahkan seluruh tenaganya. Beberapa pukulan dan tendangan saja sudah membuat pria itu tidak berkutik. Satu tinjuan terakhir mengantarkannya bertemu maut. 

“Kita balik ke rumah Danu. Bocah itu pasti lari ke sana!” Bokem berapi-api.

Menurut keterangan salah seorang anggotanya, gadis berjilbab yang mereka cari itu berhasil meloloskan diri dibonceng seorang tukang ojek berjaket hijau. Sudah pasti tujuan bocah itu adalah kembali ke rumah dan bertemu dengan pamannya. Mau ke mana lagi bocah sekecil itu melarikan diri?

“Suruh beberapa orang tetap awasi rumah orang itu. Kalau orangnya nongol, langsung ringkus aja dan kabarin gue!” Bokem kembali memberi instruksi.

“Aman! Mereka masih standby di sana,” timpal salah satu rekan Bokem.

Anak buah Bisma cukup banyak. Bokem sengaja mengerahkan mereka dan berbagi tugas demi mendapatkan tas merah itu kembali. Setelah mengantongi telepon genggam, pria itu mengomando anak buahnya untuk beranjak dari tepian kali, tempat di mana mereka baru saja melemparkan jasad Sopian.


***


Di lain tempat, Bisma tengah duduk memangku kucing berbulu abu-abu kesayangannya. Asap cerutu senantiasa mengepul dari bibirnya yang sedikit menghitam akibat nikotin. Dia masih menunggu kabar baik dari Bokem. Namun, ketika ponselnya berdering, yang tertampil di layar muka adalah nama orang lain.

VVIP. Empat huruf itu tersimpan sebagai kontak si pemanggil.

Kedua alis Bisma menukik tajam. Jika orang ini menghubunginya, sudah pasti sangat mendesak. Dia segera meletakkan puntung cerutu di asbak penuh serbuk abu. Kucing bertubuh cobby yang semula meringkuk nyaman pun dia tepuk agar turun dari pangkuan. Pria itu lantas menegakkan badan dan berdeham beberapa kali sebelum menggeser tombol hijau di layar ponselnya ke atas.

“Halo, Bos!” sapa Bisma.

Pria yang lehernya dipenuhi tato itu selalu menggunakan sapaan tersebut kepada semua klien, apa pun gendernya. Dia tidak mau ribet menghafal nama orang satu per satu. Namun, tentu saja dia tetap mengingat wajah dan posisi mereka. Apalagi jika nomor kontaknya disimpan dengan nama khusus seperti yang ini.

“Kalian belum berhasil mendapatkan tasnya?” tanya sosok yang disapa ‘Bos’ oleh Bisma itu.

Bisma terbatuk. Paru-parunya sudah dipenuhi bercak hitam, tetapi dia tetap enggan berhenti merokok. 

“Bokem masih kejar mereka. Kita pasti bisa dapat tas itu secepatnya,” timpal Bisma tanpa ragu.

Bisma memilih Bokem sebagai tangan kanannya bukan tanpa alasan. Pria bertangan dingin itu selalu dapat diandalkan. Baru kali ini saja mereka kecolongan. Namun, dia yakin Bokem akan segera membereskan semuanya. Tas merah itu akan mereka dapatkan kembali!     

Lihat selengkapnya