TITIK BUTA

Shireishou
Chapter #13

Bab 12 - Mengurai Petunjuk

Meski foto kondisi mayat disensor di portal berita,  foto-foto Jaka tanpa sensor telah bocor di sosial media. Entah bagaimana bisa terjadi. Wajah korban pembunuhan itu hancur dan bagian tubuhnya sudah membengkak di mana-mana. Nyaris tidak dapat diidentifikasi. 

Nunu masih bisa mengenalinya dari jaket yang melekat pada tubuh jenazah itu. Meskipun jaket itu bukan produk keluaran terbatas, Nunu yakin pemiliknya memang Jaka. Dia beberapa kali bertemu dengan pemuda itu memakai jaket yang sama. Jaka bilang, itu hadiah dari sang ibu ketika dirinya lolos sebagai pegawai di SiNar.

Dua kematian beruntun dengan korbannya adalah orang yang Nunu kenal. Ini tentu bukan kebetulan semata. Nunu yakin ada sesuatu yang membuatnya terseret seperti ini. Mungkinkah Jaka sedang menjalankan tugas berkaitan dengan tas merah yang dia temukan tempo lalu? Dia harus segera memeriksanya!

Tas merah itu masih berada di rumah kosong dekat kuburan. Nunu harus mengambilnya sebelum ditemukan oleh orang lain. Dia harus segera memberikannya pada orang itu. Namun, entah kenapa firasatnya selalu tidak nyaman setiap memikirkan keputusan yang akan diambil.

Nunu memperhatikan Yeni dan Pram bergantian. Kedua perempuan itu tampak sangat terpukul. Yeni memang mengaku merelakan apa yang terjadi pada Sopian, tetapi ikhlas bukanlah perkara mudah untuk dilakukan. Pram mungkin juga merasa bersalah karena menganggap dirinya ikut andil membuat Sopian meninggal dunia. Mereka berdua hanya sedang berusaha terlihat tegar dan baik-baik saja. Nunu yakin, hati keduanya sedang hancur lebur.

“Sekali lagi saya meminta maaf atas apa yang terjadi dengan Sopian,” ucap Nunu penuh rasa sesal.

Yeni menggeleng tanpa suara. Bibirnya bergetar menahan nestapa. Apa yang terjadi pada calon suaminya bukan kesalahan Nunu. Meskipun Nunu tidak meminta bantuan, Sopian pasti tetap akan mencari Pram ketika tahu gadis itu dalam bahaya. Yeni sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu.

“Empok,” Kali ini suara Pram terdengar. “Maafin aku juga, ya. Harusnya aku nggak kabur dari pesantren.” Pram ikut kembali menyalahkan diri. Berkali-kali Pram mengatakan permintaan maaf dan penyesalan, tetapi rasanya tidak pernah cukup.

“Kagak! Bang Nunu ame Pram kagak salah! Tolong jangan nyalahin diri begini. Bukan kalian berdua nyang salah. Bang Sopian juga pasti setuju ame aye,” timpal Yeni sambil mengusap kedua pipinya. Dia harus tegar!

Mereka terdiam, membiarkan keheningan bersama duka yang pekat memenuhi ruangan itu. Pengandaian dan penyesalan memang tidak akan mengubah apa-apa. Sopian tidak akan kembali hidup meskipun Nunu dan Pram terus menyalahkan diri.

 “Empok ada saudara yang bisa dihubungi? Mungkin sebaiknya Empok bersama mereka dulu.” Nunu khawatir jika harus meninggalkan Yeni sendirian dipeluk kesedihan, tetapi dia juga tidak mungkin menemaninya.

“Iya, Bang. Aye nanti ke rumah Uak,” timpal Yeni menyetujui usulan Nunu itu. 

Untuk saat ini dia memang sebaiknya tidak sendirian. Pikiran yang sedang tidak keruan bisa saja membuatnya melakukan tindakan bodoh. Dia akan meminta cuti untuk menghindari kekacauan di tempat bekerja. Bos juga pasti akan mengerti kondisinya.

Nunu sedikit lega. Dia sekarang bisa pergi bersama Pram untuk menyelesaikan masalah yang tengah menjeratnya. Tas merah itu harus menemui titik terang. Kematian Sopian juga harus mendapat keadilan.

“Kalau begitu, kami pergi sekarang. Terima kasih sudah menjaga Tika dan membuatkan kami sarapan.” Nunu berpamitan. 

Pram memeluk Yeni dengan erat. Dia sangat mengerti betapa remuk hati Yeni saat ini. Dirinya juga pernah merasakan kehilangan secara mendadak dan itu membuat dadanya begitu sesak.

Nunu kembali mencangklong ranselnya. Dia lalu meninggalkan kontrakan itu bersama Pram. 

“Kita mau ke mana, Om?” tanya Pram yang berjalan di sisi kanan Nunu. 

Lihat selengkapnya