TITIK BUTA

Shireishou
Chapter #15

Kecurigaan Pram


Alarm kewaspadaan Nunu aktif seketika. Dia melirik Pram yang meringkuk di lantai, lalu mengendap-endap dengan hati-hati mendekati sumber suara. Meski tidak memiliki apa pun untuk dijadikan senjata, Nunu masih bisa mengandalkan kedua tangan dan kakinya. Dia harus melindungi Pram dengan segenap jiwa dan raga! Tidak boleh ada lagi yang terluka! 

Apa mereka mengikutiku sampai ke sini? Nunu bertanya-tanya dalam hati. 

Mengingat para preman itu berhasil menyusul Sopian sampai ke Depok, bukan mustahil kalau mereka akan menemukan keberadaan Nunu di sini. Jika dilihat dari cara pria berkepang satu menghajar dirinya, Nunu yakin mereka adalah orang-orang yang terlatih. Bukan sekadar gembong atau pengedar narkoba sembarangan. 

Nunu berhenti di depan pintu utama, lalu mengintip keluar melalui celah jendela. Hanya gelap yang tertangkap oleh kedua mata. Namun, dia tidak boleh lengah. Bisa saja para preman itu bersembunyi di balik kegelapan dan bersiaga untuk menerjang begitu pintu dibuka. 

Telinga kanan Nunu menempel pada daun pintu, berusaha menangkap suara apa saja di luar sana. Detik berlalu bersama hening. Hingga Nunu dikejutkan oleh sesuatu yang melompat dari sudut plafon usang. 

Nunu beristighfar saat seekor kucing berbulu oranye mendarat di dekat kakinya sambil mengeong keras. Hampir saja Nunu refleks menendangnya. 

“Om Nunu, ada apa?” Pram berdiri sambil mengerjapkan kedua mata. Sepertinya dia juga kaget. 

Sekali lagi Nunu memeriksa keadaan di luar dari jendela. Lengang. 

“Tidak ada apa-apa. Hanya kucing,” timpal Nunu sambil berjalan ke arah Pram.

Untuk saat ini dia bisa sedikit tenang karena apa yang dikhawatirkan olehnya tidak terwujud. Preman-preman itu belum menemukan keberadaannya. 

“Ayo tidur lagi. Masih malam. Kamu juga pasti kelelahan.” Nunu mendorong pelan bahu Pram agar kembali ke tempat tidurnya. 

Pram mendengkus sebelum merebahkan diri di tempat semula. Dia meringkuk ke kanan seperti tadi, sengaja membelakangi Nunu. Seumur hidupnya, ini adalah malam paling buruk. Bahkan tidur di bangsal rumah sakit rasanya jauh lebih baik. Dia yakin besok pagi sekujur tubuhnya akan terasa pegal karena tidur tanpa kasur. Namun, mau bagaimana lagi? Mereka sedang melarikan diri, entah dari apa. 

Bocah itu curiga pada tas merah yang dibawa omnya sejak keluar dari rumah kosong dekat kuburan. Jika memang semua kejadian buruk yang menimpa, termasuk kematian Sopian, memang disebabkan oleh tas itu, Pram pikir lebih baik mereka segera melapor pada polisi. Bukan malah bersembunyi seperti penjahat begini. 

Jangan-jangan Om Nunu jadi bandar narkoba?! Pram mulai menerka-nerka segala kemungkinan, termasuk prasangka buruk tentang pamannya. Mata bocah itu jadi sulit terpejam meskipun masih butuh tidur. 

Ketika Mama dan Papa masih ada, Pram hidup berkecukupan. Meminta apa saja dituruti selagi bukan pemborosan. Mama mengajarkan untuk bijak menggunakan uang meskipun mereka berkecukupan. Tidak boleh dihamburkan tanpa tujuan jelas karena katanya setiap harta yang kita pergunakan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Setelah tinggal bersama Nunu, dunia Pram terasa jungkir balik. Nunu memang bertanggung jawab membiayai sekolahnya. Namun, Pram tidak bisa lagi makan sebebasnya seperti dulu. Pamannya berdalih demi kesehatan, jadi tidak boleh beli sembarangan. Bisa saja itu hanya alasan untuk menutupi kemiskinan!

Om Nunu jualan obat terlarang buat biayain sekolahku? Amit-amit! rutuk Pram dalam hati. 

Lihat selengkapnya