TITIK BUTA

Shireishou
Chapter #17

Biang Kerok

Pram nekat keluar dari persembunyian. Masa bodoh dengan larangan Nunu! Ini semua ‘kan kesalahan pamannya! Dia tidak seharusnya ikut menderita. Lapor ke polisi adalah satu-satunya jalan agar dia bisa pulang ke rumah dan kembali bersekolah seperti sedia kala. Nilai pelajarannya dipertaruhkan. Pram tidak mau tinggal kelas karena bolos berhari-hari. Semakin dia lama bersekolah, semakin lama pula dia terikat dengan Nunu. Dia harus secepatnya bebas!

Setelah mencari lokasi kantor polisi terdekat melalui aplikasi peta digital di gawainya, Pram bergegas menuju ke jalan raya. Dia perlu menemukan tumpangan karena jaraknya lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Namun, Pram tidak memiliki sisa uang lagi. Dia bisa saja mengandalkan kedua kakinya, tetapi saat ini tenaga anak berumur sebelas tahun jelas tidak akan sanggup. Belum tidurnya yang tidak nyenyak membuat Pram semakin lelah.

“Dasar pelit!” gerutu Pram mencibir karena Nunu hanya meninggalkan makanan sebelum pergi dan dirinya terlalu gengsi untuk meminta uang. Dia sempat lupa kalau Nunu juga tidak memiliki uang banyak akibat akun banknya tidak bisa diakses.

Langkah Pram terus berpacu sampai akhirnya dia bertemu dengan seorang pria berjaket hijau yang memarkir motor di tepian trotoar. Rambut pria itu dipenuhi uban dan wajahnya tampak kelelahan. Insting Pram mengatakan bahwa pria itu adalah orang baik. 

Bapak itu kayaknya mau deh nolongin aku, pikir Pram setelah mencermati sosok yang berjarak sekitar lima meter darinya itu dengan saksama.

Pram memberanikan diri mendekati pria yang sejak tadi duduk di motornya sambil fokus memandangi layar gawai. Dia berdiri tepat di samping motor dan menyapanya dengan santun. Pria itu segera menaruh atensi padanya. 

“Bapak, saya boleh minta tolong untuk dianterin?” tanya Pram penuh harap. 

Alih-alih menimpali. Pria itu kembali memeriksa layar gawai dan beralih menatap Pram lagi. Terus seperti itu hingga beberapa kali. Seolah sedang memastikan sesuatu.

“Eh iya,” balas pria itu gelagapan. “Mau dianterin ke mana, Dek?” Pria itu akhirnya menanggapi Pram.

“Saya mau ke kantor polisi, tapi nggak ada uang. Bapak mau anterin saya, nggak?” Pram menjelaskan kondisinya dengan jujur.

Lagi-lagi pria itu tidak langsung menyahut. Keningnya berkerut. Telunjuk kanannya mengetuk-ngetuk bagian belakang gawai keluaran lama yang masih digenggam.

Pram menunggu dengan risau. Dia sangat mengharapkan bantuan saat ini. Namun, dirinya juga tidak bisa memaksa seseorang melakukan kebaikan secara cuma-cuma. Pram tahu pria itu sedang bekerja dan membutuhkan uang juga.

“Kalau keberatan nggak apa-apa, Pak. Saya permisi.” Pram hendak pergi dari sana, tetapi pria itu menahannya.

“Bentar, Dek. Boleh, deh, saya anterin,” ucap pria itu, lalu mengetikkan sesuatu menggunakan gawainya. 

“Tapi, saya nggak ada uang buat bayar, Pak.” Pram memastikan lagi jika dirinya tidak bisa membayar ongkos pada pria itu. 

“Iya. Nggak apa-apa, Dek. Saya bisa anterin, kok. Siapa tahu bisa laris habis nolongin orang,” timpal si pria beruban setelah kembali mengetik sekilas dan kemudian menempatkan gawainya pada speedometer untuk melihat petunjuk jalan. 

Pada saat bersamaan, Nunu sedang menuju ke tempat yang telah ditentukan untuk bertemu dengan seseorang. Namun, firasat tajamnya kembali menjerit. Pria itu mendadak mencemaskan kemenakannya. Pertengkaran mereka beberapa saat lalu membuatnya tidak nyaman. Dia lantas membuka aplikasi khusus yang tersambung pada jam tangan Pram untuk melacak keberadaan gadis itu.

Alis Nunu menukik tajam ketika dilihatnya Pram meninggalkan rumah. Titik lokasi pada layar gawai terus berkedip dan bergerak menjauh dari persembunyian mereka. Dia memejam sesaat untuk menentukan tindakan apa yang akan diambil saat ini. Persoalan tas merah itu harus segera diselesaikan agar hidupnya bisa kembali normal. Namun, keselamatan Pram juga prioritas baginya.

“Pak, bisa ganti tujuan?” Nunu menepuk bahu kanan pengemudi ojek yang sedang ditumpanginya.

“Gimana, Mas?” tanya pengemudi itu karena tidak mendengar dengan jelas. 

“Berhenti dulu, Pak.” Nunu meninggikan suaranya. 

Pengemudi itu mendengar instruksi Nunu dan segera menepi. “Kenapa, Mas? Ada masalah?”

Nunu menunjukkan layar gawainya dan meminta pengemudi itu beralih tujuan. Dia memutuskan untuk mencari Pram dulu, setelah itu baru menemui yang lain. 

“Tolong ikuti lokasi ini, Pak.” 

Lihat selengkapnya