TITIK BUTA

Shireishou
Chapter #20

BAB 19 - Wanita Misterius


Nunu masih juga mondar-mandir tak keruan di ruang tunggu rumah sakit. Beberapa pasang mata menatapnya diam-diam. Bukan karena Nunu sosok yang mencurigakan, tetapi pria dengan kaus oblong berlumur darah itu jelas menarik perhatian di koridor yang hanya diisi beberapa penunggu. 

Tubuh tinggi tegap dengan lengan kekar berotot memukau siapa pun yang melihat. Ditambah wajah tampan dengan tatapan mata yang meski menyiratkan kebingungan, masih terlihat memesona. Apalagi dada bidangnya yang sesekali naik sebelum kemudian turun saat mengembuskan napas penuh luka.

Pikiran Nunu carut-marut. Dia belum bisa pulang ke rumah untuk mengambil baju. Karena itu, dia memilih menunggu di sini sampai operasi Pram selesai.

Jika apa yang dikatakan Kanaya benar, maka dia tidak akan bisa mengakses uangnya sama sekali. E-wallet-nya mungkin sebentar lagi akan diblokir juga. Nunu mengusap wajahnya kasar. Dia tidak menyangka bahwa semua menjadi begini rumit. 

Waktu berjalan begitu lambat. Detik demi detik terasa menyiksa bagi Nunu yang nyaris kehilangan akal sehatnya. Setiap mengingat bagaimana Bokem membuat kemenakannya terluka, gejolak api itu kembali datang. Namun, dia tahu, amarah tidak akan menyelesaikan apa-apa. Maka selain membaca doa pada Allah SWT, dia hanya mampu mondar-mandir tak keruan di koridor. Tas merah itu masih setia tercangklong di bahunya. Untung saja sayatan pisau di tas tidak merobek hingga ke dalam dan membuat isinya berceceran.

Tiba-tiba, Nunu mendengar namanya dipanggil dari pengeras suara. Dengan sigap dia menuju lobi meski lagi-lagi menarik perhatian banyak orang. 

“Bapak ditunggu di ruang administrasi rawat inap.” Petugas administrasi memberikan petunjuk arah di mana ruang itu berada.

Setelah berterima kasih, setengah berlari Nunu masuk ke ruangan yang dimaksud. Alisnya berkerut melihat sosok perempuan manis dengan jilbab lebar yang tidak mengenakan seragam rumah sakit, kini mengangguk ke arahnya. Kacamata wanita muda itu lumayan tebal, tetapi Nunu bisa menyadari kalau sebenarnya dia cukup manis. Pria itu balas mengangguk.

“Pak Danudara? Saya Kanaya. Bapak bisa panggil saya Naya.”

Wajah Nunu tidak menampakkan keterkejutan. Dia kaget, tentu saja. Namun, di hadapan dua petugas rumah sakit, tentu identitas dirinya dan Kanaya tidak boleh sampai terbongkar. Dia tidak tahu wanita itu mengaku sebagai apa. Jadi, lebih baik dirinya diam saja. Apalagi cara bicara Kanaya berbeda dari saat di telepon.

“Saya sudah membawakan Bapak baju ganti. Petugas rumah sakit mengatakan bahwa baju Bapak dipakai untuk menahan pisau yang menusuk kemenakan Bapak hingga tidak bisa lagi dipakai?”

Nunu membenarkan lalu menatap Kanaya yang mengenakan sarung tangan saat menyerahkan barang itu kepadanya.  

“Kondisi Tika bagaimana?” Nunu berusaha mengalihkan topik setelah menerima pakaian yang diletakkan di dalam sebuah kantong kertas dan berterima kasih. 

“Saat ini sudah dipindahkan ke ruang observasi, Pak.” Petugas rumah sakit menjawab dan tersenyum. “Kondisinya bagus. Tinggal menunggu pasien sadar dan ada bed kosong, Insyaallah akan segera dipindah ke ruang rawat biasa.”

“Apa ruang rawat inap penuh?”

“Kami sudah mengurus semuanya. Bapak tenang saja. Bisa kita bicara dulu?”

Nunu setuju. Namun, dia menoleh kembali ke arah petugas rumah sakit. “Lalu bagaimana dengan DP uang rawat inap atau biaya yang harus saya keluarkan.”

“Kami juga sudah mengurusnya.”

Nunu berusaha bersikap tenang. Apa ini berarti DINRI sudah siap menyergapnya? Jika benar, kenapa tidak sejak dia masuk ke ruangan ini? Bisa saja sepasukan anggota intelijen menyamar dan langsung membekuknya. Namun, itu tidak terjadi. 

“Apa Bu Naya sendirian?” Pertanyaan subtle yang terucap seolah menjadi kode.

“Ya, saya datang sendiri. Karena itu, bisa kita bicara secepatnya?”

Kali ini anggukan Nunu menutup pembicaraan di ruang itu.

“Bapak bisa berganti baju dan membersihkan diri terlebih dahulu. Saat ini bukankah kondisi Dik Tika stabil dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi?”

Lihat selengkapnya