"Eyang, kakak nakal," kata bocah perempuan kecil yang duduk di pangkuan Ibu Siti. Ibu Siti hanya tersenyum mengelus rambut keriting cucunya itu. Dia membiarkan sang ibu, menantunya, memarahi kedua bocah lain yang sudah lebih besar dari balik kursi penumpang di depan. Sementara si kecil terus merajuk padanya. Perjalanan dari Pandaan ke Surabaya kali ini tidak akan terasa panjang karena kehadiran bocah-bocah nakal ini.
Walau tidak pernah menikah lagi setelah bercerai, hidup Ibu Siti terbilang bahagia dan ia sangat bersyukur karenanya. Anak-anaknya sudah tumbuh dewasa dan memilih jalan mereka masing-masing. Milla, anak pertamanya, sibuk berkarier di Jakarta, sedangkan Jaka, adiknya, lebih memilih tinggal di Pandaan mengambil alih tugas untuk mengurus perkebunan milik kakeknya dan tinggal Bersama ibu Siti.
Sudah sekian lama Ibu Siti tidak kembali ke Surabaya. Setelah perceraiannya dengan pak Joko, kurang lebih dari 25 tahun yang lalu, ia memang lebih memilih tinggal di kampung halamannya, di daerah Pandaan.
Disana, ia membesarkan kedua anaknya, Milla dan Jaka, dibantu oleh kedua orang tuanya. Tak hanya membantu mengurus bisnis perkebunan ayahnya, ia juga disibukkan dengan toko roti kecil yang ia buka menggunakan uang hasil penjualan rumah di Surabaya. Ia berusaha membangun kembali kehidupannya dan juga anak-anaknya. Karena kesibukannya itu, Ibu Siti tidak pernah memiliki alasan yang kuat untuk kembali mengunjungi Surabaya.
Kecuali hari ini.
Dari salah satu kawan baiknya, Ibu Atik, ia mendengar kabar bahwa Pak Hasan, orang yang telah banyak membantu mereka dahulu, telah berpulang tadi malam. Berita itu telah membawa Ibu Siti dalam kenangannya yang seharusnya tidak ia ingat, tetapi juga tidak akan pernah mampu ia lupakan.
Saat orang yang paling ia cintai, orang yang seharusnya menjadi pelindungnya, mengancam untuk membunuh dirinya beserta anak-anak mereka. Perjuangan dan kesabarannya ternyata tidak pernah ada arti di mata sang suami. Rasa cinta yang ia jaga selama ini pun seketika lenyap dan berganti dengan kebencian. Teramat sangat.
Jika pada saat itu polisi tidak datang tepat waktu, mungkin ibu Siti sudah menjadi seorang pembunuh. Kemarahan dan kekecewaannya sudah membuatnya gelap mata.