Kampus ramai lalu lalang mahasiswa. Beberapa bercengkrama di depan gedung fakultas. Di sudut-sudut kampus juga ramai mahasiswa yang sekedar menunggu jam mata kuliah sembari menikmati fasilitas wifi gratis dari kampus.
Gadis bermata cokelat itu menyeringai lebar.
“Ok baik, perkenalkan, ini Aksa.”
Pemuda bergigi rapi seperti biji mentimun itu tersenyum dan memberi sapa dengan singkat, “Hai.”
“Oi..oi..oi kau Aksa kan?” salah satu mahasiswa berambut kribo terkejut dengan kedatangan Aksa.
Aksa tersenyum dan mengangguk.
“Bagaimana caranya kau bisa membawa kesini, Ca?” tanyanya.
“Sudah jadi gebetan si Veronica kali nih?” seorang gadis yang memakai behel gigi ikut berkomentar. Matanya nakal menggoda Veronica.
“Ah, tidak. Kami hanya berteman. Jadi kebetulan aku ada perlu kesini, sekalian mengajak Aksa.”
“Oi, Aksa. Kau kenapa sombong sekali?” mahasiswa kribo itu memakai ekspresi wajah yang datar dan sorot mata yang datar pula.
Aksa yang mendengar itu nampak kebingungan.
“Aku sudah menjadi followers-mu sejak lama, tapi tak pernah kau follback aku.” Gerutunya.
“Ah, maaf. Aku tidak follback sembarang orang dan hanya mereka yang kukenal saja.”
“Aku Kribo. Jadi kau sudah mengenalku kan? Follback sekarang.” Mahasiswa kribo ini merasa berada diatas angin.
Aksa hanya menyeringai lebar, dalam hatinya ia mengutuk, “Rambut boleh kribo, tapi otaknya main”
Veronica termasuk mahasiswa yang aktif berorganisasi, ia mengikuti UKM Radio sejak mahasiswa baru, bahkan semasa sekolah dia juga sudah aktif mengikuti ekstra kulikuler di sekolahnya. Tentu menjadi mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi adalah sebuah hal yang luar biasa. Jika kuliah hanya sekedar kuliah maka sudah terlalu banyak mahasiswa yang tidak mendapatkan apapun setelah ia lulus dari perkuliahannya selain ilmu dan pengalaman di jurusannya semata.
“Aku sengaja mengajak Aksa karena kami sedang ada urusan. Ohya, bagaimana penjualan tiket konser musik akhir pekan ini? Apa sudah banyak terjual?”
“Shttttt…” Gadis berambut pendek dan berbehel itu berkedip pada Veronica.
Veronica bingung dengan tingkah Lia. Ia masih tak paham.
Gadis itu kembali berdesis dan menyikut lengan Veronica untuk kedua kalinya.
“Ehemm….” Mahasiswa kribo itu ikut memeberikan isyarat juga.
Setelah berpikir cukup keras Veronica menangkap kode dari mereka. Mungkin maksudnya adalah meminta Aksa untuk ikut membantu menjualkan tiket konsernya dengan mempostingnya di akun media sosialnya.
“Ohya, Aksa. Boleh aku meminta tolong padamu.” Tangan lembut Veronica itu memegang tangan Aksa.
Aksa nampak bingung, kenapa demikian? Tapi ia hanya mengangguk saja.
“Bisakah kau membantu kami menjualkan tiket konser musik. Kau kan banyak pengikut di media sosialmu. Kau cukup posting saja.”
Aksa tersenyum lebar. “Ya, aku akan membantu kalian.”
“Alhamdulillah, syukurlah. Beruntung sekali kita kita hari ini.” Ucap mahasiswa kribo itu.
“Tapi…. Tidak gratis.”
“Yaaaah…”
“Yaelah, tetep bayar juga dong.” Gerutu gadis yang memakai behel itu.
“Tapi apa Aksa?” tanya Veronica penasaran.
Aksa mendekatkan kepalanya ke leher Veronica. Ia mengangkat sedikit pundak kananya. Mungkin merasa geli.
“Kau harus segera tetapi janjimu agar aku bertemu dengan Aileen dan membujuknya untuk menulis konten di website kami. Pertemukan aku dengannya di konser musik akhir pekan ini.” Aksa berbisik lirih. Hanya bibirnya saja yang bergumam. Veronica mengangguk pelan. Tetapi mahasiswa kribo dan gadis yang memakai behel gigi itu ikut mendekat untuk menguping.
“Okay” Teriak Veronica yang mengagetkan seluruh ruangan. Bahkan dua mahasiswa yang sedang siaran di ruang studio sampai menoleh padanya karena suara itu.
“Satu tiket gratis untukmu.” Veronica mengalihkan perhatian agar kedua temannya tidak mengetahui isi pembicaraannya dengan Aksa.
Aksa tersenyum lebar. Dari sudut manapun seseorang memandangnya, maka yang ia lihat adalah senyum yang menyenangkan. Memang ada beberapa orang di dunia ini yang memiliki senyum yang khas, dan akan betah berlama-lama untuk memandang parasnya. Maka tak heran jika Aksa memiliki banyak pengikut di media sosialnya. Selain itu dia juga dikenal sebagai konten kreator di media sosialnya.
“Eh, seriusan aku mau tanya. Gimana rasanya jadi selebgram dengan pengikut yang banyak. boro-boro aku jadi selebgram sepertimu, pengikutku saja tidak sampai seribu.”
“Aku tak pernah berambisi jadi terkenal ataupun memiliki pengikut yang banyak. Hanya saja aku teringat pesan ibuku, selagi masih hidup teruslah bermanfaat bagi oranglain. Berbagi tak harus uang atau materi, tetapi berbagi bisa dengan apa yang kita bisai. Nah, barangkali beberapa orang bisa mengambil manfaat dari apa yang kutulis dan menjadi konten di media sosialku.”
“Eh, iseng nih. Sebulan dapat berapa. Endorse…. Endorse.” Gadis berbehel itu ikut-ikuta juga.
Aksa tertawa mendengarnya, begitu pula Veronica di sampingnya. Lia, si gadis berbehel itu jadi merasa risih dengan pertanyaannya.
“Nah, ini nih. Kadang banyak orang terobsesi menjadi terkenal dengan melakukan segala cara, yang penting viral, pengikutnya banyak dan seterusnya. Tujuannya tak lain adalah mendapatkan keuntungan materi.”
“Jadi sebulan dapat berapa?” si Kribo ikut menambahkan juga.
Aksa kembali tertawa. “Kalian sudah makan siang?”
Mereka saling memandang. Jawaban yang mereka inginkan tak kunjuang ia dapatkan.
“Aku traktir kalian makan siang, dan ini bukan uang endorse. Tapi uangku sendiri.”
Pelik memang, hari ini banyak orang berambisi menjadi terkenal. Ini adalah salah satu pengaruh perubahan gaya dan perilaku hidup dengan adanya kehidupan di dunia maya. Tujuannya tetap untuk mendapatkan keuntungan terutama materi.
***
Aku diam mematung memandang keluar apartemen. Tangan kananku memegang secangkir teh tawar dan lengan kiriku masih memegang kindle, sebuah alat untuk membaca buku elektronik.