Titik Minus

Oleh: Lulu el Ulum

Blurb

Seolah melawan narasi hadits yang mengatakan akal perempuan setengah dari akal laki-laki dan sebuah kaum yang dipimpin oleh perempuan tidak akan sejahtera, Kiai Zakaria justru mempercayakan kepemimpinan pesantren Banin - Banat An-Na"im yang menaungi ratusan santri, kepada satu-satunya cucu perempuan yang ia miliki, yakni Zid. Padahal, sang Kiai masih memiliki menantu laki-laki, serta empat cucu laki-laki yang berperan aktif di masyarakat, bahkan terjun dakwah hingga mancanegara.

Sebagai perempuan yang masih melajang di usia tiga puluh tiga tahun dan menyandang gelar pengasuh pesantren, serta berprofesi sebagai pengacara, Zid tentu kerap mendapat cibiran, baik di lingkungan sekitar pesantren, maupun di kantor hukum tempatnya bekerja. Tak jarang, wajahnya yang tidak seberapa cantik, dijadikan sebagai bahan olokan ‘Zid tidak tahu diri."

Zid merasakan jatuh cinta kepada laki-laki, namun dari pengalaman mengasuh santri dan profesinya sebagai pengacara yang kerap mendapati berbagai kasus pelecehan berat serta kekerasan yang menimpa perempuan, membuatnya berpikir berulang kali sebelum melanjutkan kisah asmaranya ke jenjang pernikahan.

Guncangan terhadap jiwa Zid semakin intens ketika yang menjadi korban justru orang-orang terdekatnya.

Bagaimana Zid menghadapi dunia yang kerap tidak adil kepada perempuan? Seberapa kuat ia bertahan menjadi pemimpin sebuah lembaga pendidikan agama? Akankah ia menambatkan hatinya kepada salah seorang yang menyukainya, kemudian menikah, atau memilih melajang sepanjang usia?

Lihat selengkapnya