Konsep rumah minimalis perpaduan desain tradisional eropa dengan rumah adat betawi yang Mami rancang sendiri dikenal menarik. Satu rumah yang memiliki lebih dari satu fungsi, menjadi alternatif lahan terbatas. Meski tentu padat perabotan, namun tetap terlihat estetik dan berkelas.
Nyonya Lim mengantar Zid dan Nadiva menuju lantai atas, tempat Beatrix berada. Sepanjang menaiki tangga, meski sering berkunjung, Nadiva dan Zid masih tetap terpesona dengan desain interior yang ada. Nadiva bahkan kerap menunjukkan detail desain tesebut pada suaminya untuk referensi desain rumah mereka. Tapi jika dipikir ulang, Mami sangat up to date tentang desain properti. Jadi, ia merasa kesulitan mengimbangi jika ingin meniru desain yang sama persis.
Langkah keduanya memelan ketika sampai di ujung tangga. Nadiva mencium wangi masakan yang—meskipun hafal, tapi tetap tergoda.
“Mami, tata letak ruangan sudah berubah lagi, nih.”
Pertanyaan Zid membuat Nadiva kembali meneliti ruangan. Benar, tata ruang di lantai ini agak berubah. Televisi dinding yang semula berada di ruang santai tidak ada.
Sebelumnya, di ruangan yang bisa dilihat dari ujung tangga ini terdapat ruang santai beralas karpet bulu, dua sofa panjang, serta televisi dinding yang dekat dengan jendela kaca. Sebelah ruangan terdapat toilet serta kamar pegawai perempuan, sementara kamar Mami berada dekat dengan kitchen bar.
“Kamu teliti banget untuk hal sekecil itu, Zid,” ujar Mami disertai decak kagum.
“Kak Zid, kan, pengacara, Mam,” sahut Vika, salah seorang pegawai restoran yang juga dekat dengan teman-teman Alex—dari ujung tangga, “Kalau nggak teliti, Kak Zid pasti nggak akan diterima oleh orang sehebat Pak Hakam.”
Zid menepuk-nepuk dadanya seraya tersenyum miring, seperti mafia ketika menyombongkan diri. Dia terlihat sangat bangga dengan profesinya yang menurut banyak orang sangat menyulitkan.
“Kamu tahu banyak tentang profesi bidang hukum, rupanya,” ucap Mami.
“Kakak laki-laki Vika juga kuliah hukum, Mam,” ungkap Vika.
“Oh, ya?” Nyonya Lim terlihat kagum. Vika mengangguk.
“Kamu seharusnya kuliah juga kayak kakakmu,” ujar Nadiva.
Vika menggelengkan kepala disertai senyum kecut. Setelah ibunya meninggal, ia hanya fokus mengurus dua adik laki-lakinya yang masih kecil. Sang ayah menikah lagi dan bahagia dengan keluarga barunya. Ia juga merasa tidak bisa mengganggu kakak laki-laki yang tengah fokus menyelesaikan pendidikan hukum, jadi dia tidak punya pilihan selain bekerja demi menghidupi adik-adik yang masih kecil.
Vika pernah mengutarakan keinginan untuk melanjutkan studi kepada ayahnya, namun ayahnya mengatakan bahwa perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi.
“Padahal kalau kamu berpendidikan tinggi, kamu nggak perlu kerja di restoran Mami, Vika,” ucap Mami. “Kamu bisa kerja di perusahaan terkenal yang gajinya besar,” imbuh Mami.