Titik Minus

Lulu el Ulum
Chapter #14

Berita di Restoran Nyonya Lim #14

“Nad.”

“Hm.”

“Kamu inget almarhumah pemilik warung depan pesantren?” tanya Zid serius. Nadiva mengangguk tak semangat. “Beliau sudah ikhtiar ke sana-ke mari, sowan ke pondok-pondok pesantren minta dicarikan pendamping, tapi nggak dipertemukan dengan jodohnya sampai akhir hayat. Gimana kalau sudah berusaha menghadirkan keturunan, program hamil ke sana-sini tapi ternyata Tuhan berkehendak lain?”

Pertanyaan Zid membuat Nadiva bungkam. Sejujurnya dia ingin menjawab takdir, tapi rasanya seperti menjilat kembali ludah yang sudah dibuang. Teori Napoleon Hill yang dia banggakan seakan menguap.

Sebelum pindah ke RT sebelah. Dia terkenal sering mendatangi berbagai Kiai untuk minta dicarikan jodoh, tapi tidak kunjung bertemu hingga ajal menjemput. Dia tidak kekurangan usaha dan niat. Dia juga baik dan cantik. Tapi rupanya takdir Allah memang berkata tidak berjodoh.

Zid memandang Nadiva, mengambil jemari kanan sang sahabat dan menggenggamnya erat. “Aku tahu kamu ingin aku segera nikah, ingin aku ada yang jaga, kan?” Nadiva mengangguk. Matanya berkaca-kaca.

“Usiaku emang sudah 33 tahun, tapi aku belum siap nikah, Nad. Aku percaya takdir Allah adalah yang terbaik. Kalau Dia sudah berkehendak aku menikah, aku yakin Dia akan memberi kesiapan dengan cara yang menakjubkan, juga mengirim rasa cinta dihatiku untuk orang yang Dia pilihkan, dengan cara yang nggak main-main. Begitu pula dengan anak yang kamu idamkan. Jadi, jangan merasa takut untuk sesuatu hal yang belum terjadi. Hm?

Nadiva memeluk Zid erat-erat. Tangisnya pecah. Zid menepuk-nepuk bahu sahabat yang hampir selalu ada untuknya.

Saat tangis Nadiva mereda, Zid menanyakan jadwal hari ini. “Bertemu dengan Bu Wardah setelah jadwal makan siang, untuk membicarakan kasus Pesantren Al-Amin,” jawab Nadiva. “Tapi aku mau izin libur, ya, Zid. Udah lama nggak ke salon. Aku perlu creambath.” Zid mengangguk.

***

Ruang sesak penuh buku dan berkas amat hening. Sesekali terdengar helaan napas berat saat dua perempuan beda usia itu saling menatap. Kalau boleh jujur, tatapan mengintimidasi lebih Zid sukai ketimbang senyum menyebalkan yang tersungging di bibir Wardah.

Zid melirik keberadaan Wardah. Sosok berbalut blazer abu-abu dengan celana berwarna senada, jilbab merah cerah serta lipstik burgundy yang semakin memancarkan aura berani, tangguh, dan tak terkalahkan. Pahanya menyandar pada meja kerja, sementara tangannya memainkan pena. Warna hitam dari jilbab berbahan soft silk memperkuat kesan senyum licik yang hanya berasal dari satu sudut bibir. Wardah tahu betul tujuan Zid.

Dorongan napas gusar menandakan kekesalan. Jika bisa, Zid tidak akan meminta perempuan manis bernama Wardah itu untuk menangani kasus yang Zid hadapi.

“Aku belum makan siang, Wardah. Jangan macem-macem sama orang kelaparan,” sungut Zid seraya memainkan berkas di tangan kanannya.

“Nggak takut. Kak Zid sama sekali bukan lawan yang sepadan buat aku.”

Yang Wardah katakan tidak salah. Dia memang bukan lawan yang sepadan untuk Zid. Perempuan berdarah Palembang yang dikenal akan tingkat kemenangan litigasi tertinggi di kantor hukum tempatnya bekerja, sekaligus sekretaris umum Persatuan Advokat Indonesia itu sangat luar biasa bagi Zid. Meski cerdas dan kompeten, ibu tunggal dari dua anak itu memiliki hati yang hangat. Dia ramah kepada siapa saja.

“Ada dua kasus yang mau aku alihkan ke kamu. Kasus itu nggak bisa diselesaikan karena bukan kasus yang bisa ku kuasai,” kata Zid.

Wardah mengangguk, dua tangannya memberi isyarat mempersilakan Zid untuk pindah tempat duduk yang lebih santai. Zid mengamati sofa panjang yang tampak sangat bersih, seperti tidak pernah absen dari perawatan harian.

Keduanya duduk bersisian. Zid menaikkan kaki ke sofa tanpa melepas kaos kakinya. Gaya duduk yang sama sekali tidak anggun. Zid tidak akan sesantai itu jika ada Nadiva.

“Dua kasus berbeda,” ucap Zid lagi. Dua tangannya turut serta berekspresi selagi dirinya bicara. “Satu di pesantren, satu lagi prostitusi anak di bawah umur,” imbuhnya.

Wardah mengangguk. “Akan kuambil kasus prostitusi.”

Lihat selengkapnya