Titik Nadir

Oleh: Syafaa Dewi

Blurb

Nadin, Della, dan Irsan adalah tiga anak remaja yang tumbuh di latar belakang keluarga yang berbeda.
Nadin dengan masa depan yang 'sudah diatur', Della dengan mimpi yang tidak bisa terwujud, atau Irsan dengan perjuangan dan kerja kerasnya; akan menjadi warna utama dalam novel ini.

Nadin terlahir di keluarga yang cukup agamis. Ayahnya seorang pendakwah. Saat hendak masuk di sekolah SMA, Ayah Nadin - Amir - memintanya untuk bersekolah di SMA swasta khusus agama islam, sementara Nadin lebih memilih masuk di sekolah negeri dengan alasan biayanya lebih murah ia juga ia belum memiliki kesiapan untuk belajar agama terlalu dalam. Terjadi perdebatan dalam keluarga. Namun, ketika menjelang perpisahan SMP, ayahnya meninggal secara tiba-tiba karena serangan jantung. Nadin resah, apakah ia harus mengikuti wasiat ayahnya atau justru tetap pada pendiriannya.
Tahun berganti. Nadin sudah lebih dewasa sekarang. Namun, aturan itu belum juga berakhir. Ia diminta untuk masuk ke sekolah kedinasan, sementara ia menginginkan masuk ke universitas negeri di kotanya. Kembali terjadi perdebatan di rumah itu dan akahirnya, ia pun berontak.
Pada dasarnya setiap keinginan Nadin memiliki alasan kuat yang melatarbelakanginya untuk menolak setiap keinginan keluarga. "Demi kebaikan bersama", begitulah pikirnya.

Saat hendak mengukir mimpi, Nadin bertemu dengan Della dan Irsan yang juga memiliki konflik yang seirama akan masa depan mereka, bedanya mereka bertiga tidak dalam satu kapal yang sama, namun arusnya mengalir pada tujuan yang sama.

Della adalah anak broken home. Ibunya hanya berprofesi sebagai penjual makanan (warteg). Della ingin masuk kuliah, namun ekonomi keluarganya tidak mencukupi. Karenanya, ia hanya bisa memendam mimpi itu dan bekerja keras untuk membantu perekonomian keluarganya.

Irsan yang mendengar itu, lantas tidak ingin seperti Della yang menyerah pada keadaan. Ia terus berusaha dan belajar keras untuk mewujudkan masa depan yang sudah ia impikan sejak lama. Meskipun ayahnya pensiunan tentara, dananya masih tidak cukup untuk membiayai kuliahnya karena harus menanggung pengobatan dari kakak laki-lakinya yang sedang lumpuh.

Kendati demikian, mereka bertiga berhasil mewujudkan mimpi dan masa depan yang lebih baik. Meskipun banyak cibiran, gugatan, perseteruan di lingkungan keluarga, mereka tetap semangat dan berhasil membuktikan bahwa setiap orang bisa berdiri di kakinya sendiri.

Nadin berhasil membuktikan bahwa selama rancangan masa depannya sudah tertata dengan baik, "Jika ada badai yang menghantam kapal, aku sudah bisa menahkodainya dengan apik."

Della berhasil mematahkan argumen bahwa setiap orang bisa berhasil walaupun ia tidak pernah menginjak bangku perkuliahan. "Walaupun kapal tidak punya, perahu masih memiliki fungsi yang sama, kan?"

Irsan berhasil mewujudkan perkataan para motivator bahwa sukses itu harus dimulai dari nol dan berdarah-darah. "Ya, untuk memiliki kapal yang kuat dengan muatan yang banyak, nahkoda harus punya 'modal' dan pengetahuan akan kapal dahulu, bukan?"

Tentu saja mereka bisa. Karena setiap dari kita akan berlayar di kapalnya masing-masing.

Lihat selengkapnya