Sebuah rumah dengan lampu obor di halamannya seolah melukis kesan sederhana pada malam itu. Pukul tujuh malam, Nadin baru sampai di rumahnya dengan perasaan yang tidak karuan.
BRUK!!! Dia mencampakkan tasnya ke sofa sembari merebahkan tubuhnya di sana. Satu tangannya diletakkan di dahi seolah sengaja untuk menutupi kegundahan di raut wajahnya. Hal itu membuat Wina – ibunya – keluar dari kamar dan masih memakai mukena selepas sholat maghrib. “Ada apa, Nad?” tanyanya.
“Oh, Mama. Tidak apa.”
Wina mengernyitkan dahi, “Yakin? Jangan bohong, ayo cerita sama Mama. Biasanya kalau pulang gak pernah seperti ini.”
Itu karena Nad selalu menyembunyikannya, Ma.
Kemudian, Nadin memperbaiki posisi duduknya, menatap serius, “Ma, apa Mama setuju dengan keputusan Kak Dafa?”
“Hmm… Keputusan agar kamu masuk ke sekolah kedinasan setelah lulus SMK nanti?”
Nadin mengangguk.
“Apakah selama ini kamu baik-baik saja dengan keputusan itu? Atau apakah kamu punya pilihan lain? Mama tidak akan pernah memaksamu, Nad. Kamu yang menjalani hidupmu. Mama hanya bisa mendukungmu dari belakang dengan berdo’a.”
“Tapi, Ma... Kak Dafa begitu antusias dengan keputusannya terhadap Nadin. Apa sebenarnya yang dia pikirkan? Nadin gak mau masuk sekolah kedinasan, Nadin gak mau jadi PNS. Nadin punya pilihan hidup sendiri, Ma…” Mata Nadin berbinar, mencoba menahan tangis.
Wina hanya menatap anaknya dengan cemas. “Lalu apa sebenarnya pilihanmu, Nad?”
“Nad cuma mau kuliah di sini saja, di kota ini. Nad ingin tinggal bersama Mama, bukan di luar kota sana. Nad hobi menulis, Nad ingin menjadi penulis, Ma… Hiks… Hiks…”
BRAK!!! Tanpa aba-aba, sebuah pintu dibuka secara paksa. Tak disangka, ternyata sedari tadi Dafa mendengar percakapan ibu dan anak itu dari luar. Wajahnya merah padam. “Apa?! Penulis? Jadi penulis mau makan apa, Nad? Haaaa???!!!”
Nadin berdiri dari duduknya, “Ini pilihan hidup Nad, Kak… Tolong hargai dan jangan ikut campur.”
Mereka berdua saling berdebat.
“Kamu itu masih kecil. Kamu belum tahu sulitnya mencari uang di luar sana. Kamu pikir, dengan kamu melamar pekerjaan di suatu tempat sudah pasti akan diterima? Gak semudah itu!”
“Gak ada yang tahu masa depan seperti apa, Kak.”
“Makanya biar Kakak yang mengatur masa depanmu. Kamu cukup ikuti dan jangan keluar dari jalur yang sudah Kakak atur.”