Titik Nadir

Syafaa Dewi
Chapter #10

CURHAT

__________

“Benar, kan?”

Nadin terdiam.

“Kakakmu sudah bersusah payah mengusahakan biaya hidupmu, juga keluarga kalian sepeninggal bapak, kan? Nad, bukan kakakmu yang tidak bersyukur dan selalu ingin lebih, bukan. Begini, mungkin, saat kamu masih kecil, saat bapakmu masih hidup, dia punya mimpi yang besar yaitu membahagiakan mereka. Mungkin saat itu kamu tidak paham atau bahkan tidak tahu, kamu juga belum mengerti apa artinya hidup. Di tengah kerasnya persaingan dunia, kakakmu ingin menjadi satu yang berhasil dari jutaan orang yang kalah dalam persaingan. Pasti ada harapan kecil yang diinginkan orang tuamu. Aku yakin itu. Dan, harapan itulah yang membuat kakakmu berusaha keras mencurahkan segala yang dia bisa untuk mewujudkannya.”

“Jadi?”

Della menatapnya serius sembari tersenyum kecil, “Nad, memang uang bukan segalanya, tapi, segalanya pasti butuh uang.”

Nadin mulai memahami apa maksud Della.

“…Bukan kakakmu yang terlihat gila harta atau popularitas, tapi keadaanlah yang membuatnya berpikir bahwa segala hal dapat terwujud jika kita punya uang. Dia hanya keluar dari jalur sedikit, kamu tuntunlah dia agar kembali ke jalur yang benar. Bicarakan masalah kalian baik-baik. Bagaimanapun juga kalian adalah keluarga dan tidak mungkin selamanya akan seperti ini, kan?”

Nadin mengangguk paham. “Terima kasih, Del.”

No problem. Well, aku bukan mengusirmu, tapi apakah kamu tidak ingin pulang? Aku yakin mama dan kakakmu pasti khawatir. Kapanpun kamu ingin datang dan pergi, silahkan saja, Nad. Aku selalu terbuka, kok.” Della melihat arlojinya, “Now, I have to go. Kalau ingin pamit dan aku belum pulang sekolah, pamit saja pada ibuku, ya.”

Nadin mengiyakan dan Della pun berangkat ke sekolah.

Maafin Nad, Kak... Tapi, Nad harap Kakak bisa mengerti apa yang Nad inginkan. Batinnya.

***

“Terimakasih saat itu, Del. Aku benar-benar terbantu.” Kata Nadin yang melihat Della dengan tatapan tulus.

“Iya, aku memang selalu bisa menjadi penyelamat hati yang gundah. Hahahah…” Balas Della.

Angin malam berhembus sepoi malam itu. Suasana syahdu mulai terasa. Irsan melihat jam di ponselnya. “GILA!!!” Teriakannya membuat Nadin dan Della terkejut.

“Ada apa, San?”

“Sudah jam 12. Gimana, dong? Nanggung banget mau pulang pas lagi seru-serunya. Btw, ini rooftop tidak tutup? Kok pengunjungnya makin malam makin ramai?”

“Iya, rooftop ini buka 24 jam. Dan yaaa tentu saja makin ramai karena memang tempat ini terkenal dengan jam malamnya.” Jawab Nadin.

“Kamu sering ke sini, Nad? Kok tahu segalanya?” Della bertanya-tanya.

“Iya, aku yang sering berada di Jakarta saja tidak tahu kalau ada tempat begini di pusat kota. Rasanya seperti kita sedang camping saja.” Tambah Irsan.

Nadin hanya tersenyum. Dia melanjutkan, “Kalian ingin pulang atau???”

“Sebenarnya tidak ingin. Kapan lagi kita bisa kumpul seperti ini? Mana ceritanya nanggung pula. Ya nggak, Del? Lagian, kita kan sedang liburan, mau pulang ke mana? Hotel? Hahaha... Malas banget."

Lihat selengkapnya