Pagi yang cerah itu mengawali langkah Nadin untuk bersiap pergi ke kantor. Hari ini adalah hari terakhirnya PKL.
“Ini bekal makan siangmu. Jangan lupa dimakan, ya.”
“Gak usah, Ma. Hari ini Nad mau makan di luar saja sama teman-teman.”
“O-Oh…”
“Bekal Nad, Mama berikan saja pada Kak Dafa. Nad pergi dulu, assalamu’alaikum.” Nadin mengecup tangan ibunya dan langsung bergegas pergi.
Dafa yang baru ke luar kamar merasa heran, “Kenapa Nadin cepat sekali perginya, Ma?”
Wina hanya menggeleng.
Kalian membuatku seolah diasingkan di keluarga ini. Maka, biarlah aku memainkan peranku dengan baik. Batin Nadin yang melangkah cepat.
Tiba-tiba...
“Nad!!!” Sahut Liza dari dalam mobil.
“Za? Kamu ngapain pagi-pagi di sini?” Nadin heran.
“Aku sengaja ingin menjemputmu. Jarang-jarang, kan… Ayo, masuk.”
Yasudahlah, hemat ongkos juga.
“Gimana?”
“Gimana apanya?”
“Keluargamu.”
“Tidak ada. Biasa saja.”
“Kalau biasa saja, harusnya sejak tadi aku melihat senyummu.”
“Hiiii…” Nadin menyengir.
“Hahaha… Kalau begitu malah jadi seram.”
“Non, bolehkah kita singgah ke bengkel sebentar? Ada yang harus saya tanya pada montir.” Kata supir Liza.
“Oh, silahkan saja, Pak. Kami juga tidak terburu-buru, kok. Kamu gak keberatan kan, Nad?”
Nadin hanya mengangguk.
Mereka pun singgah di bengkel langganan keluarga Liza. Tidak sengaja, Nadin melihat ada seorang lelaki yang tidak asing yang sedang memperbaiki mobil di sana. Kok sepertinya aku kenal, ya. Tapi siapa… Nadin berpikir keras. Dilihatnya lagi wajah lelaki yang seumuran dengannya itu. Hasan, ya? Tanpa pikir panjang, Nadin pun ke luar dan menghampirinya.
“Nad, mau kemana?” Tanya Della.
“Bentar.”
Dengan langkah ragu, Nadin semakin mendekat. “Halo…” Sahutnya.
Lelaki itu menoleh, “Iya? Ada yang bisa saya bantu?”
“Hasan, ya?”