Titik Nol

David Daniel
Chapter #10

Chapter 10: Berat

Di benak Nala, terlintas saat-saat ia bersama dengan Deri. Waktu itu rasanya sangat bahagia. Melihat sosok Deri dengan gaya candanya, sosok yang peduli dan memikirkan orang lain membuat dirinya nyaman. Tapi kenangan itu seakan telah dirusak oleh semua perkataan Deri barusan. Kenapa bisa jadi kayak gini, ujar Nala di hatinya sambil menangis. Padahal baginya, Deri itu sosok yang ia idamkan seandainya Deri tetap bersikap manis seperti dulu. Zara yang melihat Nala sedang menangis pun mendekatinya. Ia berusaha menenangkan Nala yang sedang bersedih dan merasa sakit hati.

“Nala, lu mesti kuat,” ujar Zara.

“Sakit, Zar. Gua nggak nyangka bakal begini kejadiannya. Gua pengen hal tadi itu nggak nyata,” kata Nala sambil tersedu-sedu.

“Emangnya lu mau terus-terusan jalin hubungan yang kayak gitu? Terus diintimidasi kemana-mana. Hidup lu jadi terganggu,” Zara berusaha menguatkan Nala.

“Emang sedikit mengganggu. Tapi, gua masih sayang sama dia, Zar,” kata Nala.

“Lu jangan mau kehidupan lu dijajah kayak gini! Kalau hubungan kalian mesti berakhir, ya udah. Dan lu bisa mulai kehidupan yang lebih baik tanpa dia, kok,” Zara menasehati Nala.

“Hidup dengan nggak ada dia, bisa?” Nala mengusap air matanya.

“Ya, bisalah. Emang dengan putus dunia berakhir? Lagian sebelumnya juga lu udah hidup tanpa dia sebelum jadian. Jadi apanya yang nggak bisa?” ujar Zara.

“Iya, sih. Ya udah kita balik ke hotel. Lagian udah mau balik ke Indonesia juga hari ini,” kata Nala.

“Ya udah. Yuk,” jawab Zara sambil membawa tasnya.

Nala, Zara, Ken dan Reza kembali ke hotel dan membereskan barang bawaan mereka untuk bersiap pulang ke Indonesia. Ketika membereskan barang bawaan, Nala sempat melihat oleh-oleh yang ia beli. Sebetulnya oleh-oleh itu untuk Deri nantinya, tapi sekarang apakah masih bisa diberikan? Ia memasukan oleh-oleh itu dan kembali ditutup dengan tumpukan baju.

Bisa gua pikirkan lagi nanti, ujar Nala dalam hati.

Nala beserta rombongan berangkat menuju bandara dan pulang ke Indonesia. Ketika di pesawat, Nala memandang ke luar jendela. Ia melihat kota Singapura, dan ia tidak akan pernah merasa sama lagi jika kembali ke sana. Sebuah kenangan yang tidak menyenangkan tentang apa yang terjadi di kota itu. Dan ia pun berpikir, tentang apa yang harus dia lakukan nanti jika sudah tiba di Indonesia. Bagaimana dia akan menjalani hidup selanjutnya?

Nala khawatir apakah dia masih bisa menjalani hidup seperti biasanya atau tidak. Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah semua yang sudah terjadi ini memang harus seperti ini atau masih bisa diperbaiki?

Meski ia sudah mendengarkan nasihat dari Zara dan diyakinkan bahwa ia bisa meneruskan hidup tanpa Deri, tapi Nala sendiri tidak yakin. Dirinya masih terkenang sosok Deri yang hangat dan perhatian. Nala tidak mengungkapkan apa yang ia rasakan pada siapapun juga. Ia membawa perkara itu dalam hatinya.

Lihat selengkapnya