Selama berminggu-minggu Deri nampak kacau. Ia kurang tidur dan menjadi kurang berkonsentrasi. Sepulang kerja, tidak jarang Deri pergi ke bar untuk minum-minum hingga mabuk dan tiba-tiba menangis. Deri merasakan hidupnya seperti hilang arah. Teman-temannya sudah banyak yang menasihati dirinya. Tentang move on dan cari cewek lain, tentang bahwa sebelum ia berhubungan dengan Nala masih bisa menjalani hidup dengan baik, dan juga tentang fokus untuk mengembangkan diri supaya kelak jika bertemu dengan cewek lain yang tepat Deri sudah siap.
Dasarnya Deri ini memang punya sifat keras kepala. Segudang nasihat sepertinya tidak memberikan dampak apa-apa baginya. Ia tetap berjalan menurut pemikirannya sendiri. Hal ini membuat teman-temannya mulai merasa lelah. Paling juga dia bakal gitu lagi dan nggak ada saran yang diikutin sama dia, begitu pikiran sebagian besar temannya. Deri pun menyadari kalau teman-temannya mulai menjaga jarak darinya karena sifat kerasnya itu.
Mungkin semua hal bakal diambil dari gua, begitu pikir Deri. Sampai suatu ketika, entah angin apa yang membawa Deri. Dia tiba-tiba menghubungi Darma lagi yang sudah lama tidak ia hubungi.
Deri
Hai, Darma. Lagi apa?
Darma
Hai, udah lama. Gimana kabar?
Deri
Kabar buruk.
Darma
Kenapa?
Deri
Masalah yang masih sama. Soal Nala.
Darma
Memang belum diberesin?
Deri
Buat ngehubungin dia aja gua nggak berani.
Darma
Nggak ada cara ya?
Deri
Nggak tau. Ini emang harus dari diri gua buat berani maju.
Darma
Iya, memang begitu.
Deri
Btw, sorry ya. Lama nggak ngomong tau-tau cuma cerita masalah.
Darma
Gpp. Santai aja.
Deri
Gua cuma pengen cerita aja sih. Supaya keluar dan kepala gua nggak pecah.
Darma