Sesuatu yang berat akan menjadi lebih ringan jika dilakukan bersama. Seperti Rayna dan Irsyad sekarang, mereka sama – sama merasa lelah karena mengatur ini dan itu, tapi itu sama sekali tak membebani mereka. Dukungan dan bantuan kedua keluarga juga sangat membantu mereka.
Meski acara hanya dilakukan secara sederhana yang hanya mengundang para kerabat dekat, tak menyurutkan semangat kedua belah pihak untuk mempersiapkan semuanya sebaik mungkin.
“Cape Ray?” ucap lelaki itu pada wanita yang duduk tepat disisi kanannya. Wanita itu duduk bersandar dengan tampak wajah yang menikmati suasana sore hari.
Kini mereka berada tempat yang dulu sering mereka kunjungi, danau buatan. Bisa dibilang, semuanya mulai dari sini, hingga kembali kesini.
Wanita itu menatap laki - laki yang juga tengah duduk bersandar disisi kirinya seraya tersenyum. “Sedikit lelah, tapi tak apa” lelaki itu juga ikut tersenyum.
“Gak terasa ya Ray, kurang dari seminggu lagi kita akan resmi bertunangan”
“Iya mas, rasanya seperti mimpi. Apakah ini sungguhan?”
Lelaki itu menegakkan posisi duduknya sambil tertawa mendengar pertanyaan Rayna. “Ray, kalo sekarang ini kamu rasanya seperti mimpi, terus pas waktu kamu kasih tau jawaban ke mas, menurut kamu mas gimana? Melebihi dari mimpi tau gak”
Rayna ikut mengubah posisi duduknya menjadi tegak. “loh, kok gitu? Sangking kagetnya atau gimana?”
“Jujur, awalnya mas gak terlalu berharap kalo kamu akan menjawab 'iya', mas udah pasrah duluan, karena dilihat dari kamu yang terus mengulur waktu seolah itu adalah jawabannya”
Rayna tertawa mendengarnya. “ya ampun mas, pede dikit dong jadi laki – laki, masa belum apa – apa udah merasa ditolak”
“Bukan gitu, tapi..” belum sempat Irsyad menyelesaikan ucapannya Rayna langsung memotongnya.
“Iya mas, aku mengerti kok. Maafin aku ya, aku juga sadar kok, aku gantungin mas lama banget. Makasih ya untuk tidak menyerah” ucap Rayna dengan ucapan yang lembut.
“Makasih juga karena jawaban kamu gak memberi kekecewaan buat mas. Jadi pingin peluk, boleh gak?”
“Eh...” ucap Rayna, sementara Irsyad memamerkan giginya
“Kamu udah kasih undangan buat temen – temen kamu?”
“Udah, tapi ada yang ragu perlu diundang atau enggak”
“Loh kenapa? Emangnya siapa? Mantan kamu ya?”
“Ih.. apaan, itu loh Dika, menurut mas undang atau gak?” tanya Rayna.
Waktu itu Rayna sudah bercerita tentang Dika, tentang ucapannya yang berniat untuk melamar Rayna. Dan ternyata ekspresi Irsyad tetaplah tenang, seolah sudah tau.
Dan ya, Irsyad sudah lebih dulu mengetahuinya. Bahkan dihari itu, hari terakhir Irsyad di klup fotografi, ia sudah memiliki pirasat akan hal itu, dan ternyata semua benar.
“Undang aja, biar dia tau kalo menunda itu tidak baik, dan juga hasil tak akan menghianati usaha”
“Idih memangnya mas udah usaha apa aja coba?”
“Ada deh, belum saatnya untuk kamu tau, entaran aja, biar kamu penasaran”
“Oh... mulai rahasia - rahasiaan ya mas, oke...”
“udah kamu undang aja dia, gak papa. Mas juga akan undang Arkan, gak masalah kan?”
“Ha?... ya gak papa dong, emangnya kenapa?”
“Oke... gak papa sih. Pulang yuk, mau ujan kayaknya”
Rayna menatap langit yang mulai menghitam. “eh iya, udah gelap banget, yuk mas”
🍃🍃🍃
Benar saja, tak lama setelahnya hujan turun dengan begitu lebatnya. Dari dalam mobil, mereka melihat pemandangan banyak orang – orang yang menepi di pinggiran toko untuk berteduh.
Saat menikmati butiran hujan yang ada dikaca mobil, tiba – tiba pertanyaan muncul dalam benaknya.