****
Tahun ini . Dua ribu dua puluh. Sejenak aku terdiam memandang ke arah kalender untuk beberapa alasan. Lalu tersadar, hanya tinggal beberapa bulan lagi aku akan menginjak umur yang semakin matang. Umur yang kata orang adalah saatnya manusia merasakan 'crisis of life'. Atau ternyata sebenarnya adalah umur yang hanya penuh tanda tanya dan kekhawatiran. Umur dua puluh satu tahun.
Bagiku sebenarnya tidak ada hal yang istimewa dari bertambahnya usia. Tidak ada hari yang spesial, karena kedua orang tuaku sibuk dengan urusan mereka mengurusi pasien di rumah sakit. Atau ucapan-ucapan dari teman terdekat? Mungkin hanya Diva saja yang selalu mengucapkannya lebih dulu, walaupun pada akhirnya teman-teman yang lain akan mengikutinya. Tapi, diluar itu semua bagiku memang tak ada yang istimewa dari bertambahnya usia. Justru, hanya ada sebuah beban yang tiba-tiba sadar akan bertambah. Walaupun harusnya bersyukur karena artinya aku masih diberi kesempatan sebagai manusia untuk semakin mengenal semesta. Tapi, bukankah manusia harus semakin dewasa saat umur mereka semakin bertambah tua? Aku belum siap sedewasa itu untuk menghadapi dunia. Dunia yang ternyata cukup menyeramkan. Dunia yang ternyata tidak seindah saat dulu aku duduk di bangku TK dan SD. Ya, karena semakin dewasa aku semakin sadar bahwa dunia tidak semain itu dengan kita.
Aku melihat ke arah arloji. Sudah pukul 9 pagi. Sekarang adalah hari Minggu, dan biasanya aku akan terbangun di siang hari, lalu tersadar bahwa bumi sudah berputar setengah hari. Tapi hari ini, aku bangun lebih awal. Bahkan sudah mandi dan bersiap-siap, karena hari ini Diva mengajakku untuk pergi ke CityMall. Katanya, akan ada acara bedah buku tentang sebuah novel yang baru saja diluncurkan oleh salah seorang penulis muda favorinya. Aku tak tahu siapa nama penulis itu. Tapi, Diva sering sekali bercerita bahwa dia sangat ingin bertemu dengan penulis itu walaupun sekali seumur hidup.
From Diva : Hari ini akhirnya datang juga, jangan lupa yah jam 10 nanti
Aku menarik napas, percayalah Diva sangat berlebihan hanya karena akhirnya dia dapat bertemu dengan penulis favoritnya. Diva sering cerita, bahkan sering memberiku saran untuk membaca novel karangan penulis itu. Tapi kalian harus tau, sebenarnya ada hal yang lebih menggelikan dari maksud Diva mengikuti bedah buku itu.
Kamu harus tau Na, penulisnya ganteng parah !
Itulah kalimat yang membuatku terkadang geleng-geleng kepala. Atau jangan-jangan novel dan tulisannya terkenal karena sang penulis ternyata memikat dengan tampangnya ? Ah, itu hanya pemikiran bodohku saja
Oke, nanti kita ketemuan di halte bus.
Sebenarnya dulu, aku sangat menyukai novel. Bahkan pernah, aku bermimpi untuk mewujudkan mimpi yang sebenarnya telah terpendam lama. Ya, aku ingin menjadi seorang penulis. Tapi itu dulu saat aku belum mengenal artinya menyerah dan gagal berulang kali itu ternyata menyakitkan. Aku sering sekali menulis banyak novel, cerpen, bahkan hingga artikel ilmiah. Tapi, selalu berakhir gagal sampai akhirnya aku tau. Mungkin itu bukan jalanku. Akhirnya, aku memutuskan untuk fokus pada studi. Setidaknya, aku harus lulus tepat waktu lalu mencari kerja yang layak dan menghasilkan banyak uang.
Oke, see you nanti. Love you, Alona.
Tentang penulis yang akan ditemui hari ini. Sebenarnya aku penasaran bagaimana rupa dan juga tulisannya. Dulu Diva pernah memberitahuku nama pena sang penulis. Tapi namanya bahkan sulit sekali diingat olehku. Atau mungkin karena aku tak terlalu peduli? Entahlah.
***
Aku dan Diva memutuskan untuk pergi lebih awal, dan akhirnya kami sudah sampai lebih awal pula di sebuah toko buku terbesar di City Mall. Kami datang lebih awal 10 menit dari waktu acara yang ditentukan. Tapi, hal yang membuatku takjub adalah kenyataan bahwa semua bangku sudah terisi penuh. Aku lebih terkesan kagum saat ini. Penulis ini pasti memang benar-benar populer. Jujur, aku tidak terlalu mengikuti novel populer akhir-akhir ini. Jadi sama sekali tidak tahu siapa penulis yang digandrungi banyak anak muda sekarang.
Beberapa di antara mereka adalah anak-anak SMA hingga kuliah. Sebuah banner besar di depan membuatku paham kenapa banyak sekali muda mudi disini. Tulisan berjudul "LAUNCHING BUKU SIAPKAH JATUH CINTA" membuat aku mengangguk mengerti untuk sesaat. Muda mudi jaman sekarang pasti akan langsung tertarik tentang novel yang bertema cinta. Entah karena jaman sekarang sedang musim patah hati atau jatuh hati aku tak tahu. Tapi yang pasti aku paham, pasti tulisan yang dibuat si sang penulis ini begitu menyayat hati mereka.
"Tuh kan, udah banyak yang datang" Bisik Diva saat tahu kami tidak dapat kursi duduk.
"Minta kursi aja" ucapku cuek.
"Ngga ah, malu."
Aku mendengus kesal, "Terus mau berdiri kayak gini sampai acara selesai?"
Tak lama, seorang panitia dari acara itu memberikan dua buah kursi. Sepertinya dia paham bahwa kami tak ingin berdiri terus menerus seperti ini. Lagipula, seharusnya panitia menyiapkan kursi sesuai dengan jumlah peserta yang hadir. Diva bilang jika acara ini terbatas dan harus melakukan pendaftaran dahulu sebelum hadir, jadi kupastikan seharusnya tidak ada bangku yang kurang.
"Haloooooo, semuanya sudah pada hadir nih?"
Seorang MC naik ke atas panggung yang tidak terlalu tinggi itu, memungkinkan semua audience melihat panggung dengan leluasa. Perawakan MCnya cukup menarik. Juga sepertinya, MC yang berada di depan ini sangat humoris karena mampu menghadirkan gelak tawa bahkan hanya beberapa menit setelah dia membuka acara.
"Oke, disini semua pada bawa gebetannya gak nih? Atau pada jomblo semua?"
Aku tertawa kecil, sementara Diva tertawa begitu keras.
"Iya yah, aku harusnya bawa gebetan. Eh, malah bawa kamu, Na."
"Emang punya gebetan?" sarkasku
"Nggak, makanya aku bawa kamu. Hehe."
Aku menggeleng, "Bye the way, penulis yang kamu maksud mana nih? Harusnya udah mulai kan?" Bisikku.
Diva lalu menoleh ke arah sekitar, berusaha mencari penulis favoritnya itu. "Belum datang kayaknya."
"Masa sih, gak tepat waktu nih."
Diva hanya menyengir, "Sabar, sabar."
"Kakak yang pakai baju pink itu bisa berdiri kak?"
Semua orang tiba-tiba menoleh ke arahku dan Diva. Kami menoleh satu sama lain tidak mengerti. MC tiba-tiba saja menunjukku untuk berdiri.
"Apaan nih, Div?" Bisikku bingung
"Duh, aku juga gatau. Lebih baik kamu berdiri aja, deh."