"Na, ayok Na. Temenin aku signbook ya."
Setelah acara talkshow bedah buku selesai, aku tak tahu akan ada sesi dimana para peserta yang ingin berfoto bersama penulis harus memiliki bukunya sekaligus mendapatkan tanda tangan langsung dari sang penulis. Sejujurnya, ini memang teknik marketing yang bagus. Apalagi ini Arjuna, penulis muda berbakat dengan paras tampan. Pria populer jaman dulu di SMA. Pria yang bahkan membuatku menahan malu hingga sekarang.
"Kamu aja. Aku disini."
"Ayoklah. Lagian kan, Arjuna teman kamu? Dan...wow, kamu nggak pernah cerita itu sama aku."
"Hey, mana tau penulis yang kamu suka itu dia. Kalau aku tau pasti udah aku kasih tau."
Diva mengulum bibirnya, lalu mengeluarkan buku yang baru saja dibelinya itu dengan harga 98 ribu rupiah. Harga yang lumayan tinggi, tapi aku yakin pasti isinya juga sesuai dengan harganya.
Antrian panjang membuatku lelah berdiri. Tadinya aku benar-benar tidak ingin ikut dalam antrian panjang itu. Tapi, Diva terus memaksaku untuk ikut dalam barisan. Alasannya sih biar dia bisa berfoto dengan Arjuna dan akulah yang memfotokannya.
"Hallo, namamu siapa?"
Arjuna menengadahkan kepalanya, lalu jelas sekali raut wajahnya kaget saat melihatku berada di samping Diva.
"Oh, Hai..." Sapanya canggung. Pun, denganku. Padahal tadi saat dia memperkenalkan aku pada semua orang, dia tidak tampak canggung dan merasa berdosa.
"Saya teman Alona. Nama saya Diva Cahya Kamila." ucap Diva ceria seperti biasa.
"Oh iya Diva ya.." Arjuna kembali fokus dengan signbook-nya. "Mau ditulis apa nih di bukunya?"
"Hmm...semoga segera dipertemukan dengan jodoh?" ucap Diva membuatku geli mendengarnya.
Arjuna hanya terkekeh mendengar permintaan Diva untuk menuliskan kata-kata di halaman buku sampulnya. "Ini, semoga disegerakan ya." lanjutnya sembari senyum mempesona yang terus melekat di bibirnya. Bahkan Diva tak bisa berpaling dari senyuman maut itu.
"Oke, sekarang kita foto."
Diva menyerahkan ponselnya padaku. Setelah pertemuan dengan Arjuna hingga sesi foto sekarang, aku dan dia tidak banyak berbicara. Pun, denganku. Sekadar bertanya kabar pun aku tak bisa. Terlalu malu. Padahal itu sudah hampir 3.5 tahun yang lalu. Tapi tetap saja, melihat sosok Arjuna sekarang masa lalu itu kembali hadir menyeruak.
"Mbaknya ngga ikut foto juga?" salah seorang staff menghampiriku.
"Gausah, saya fotoin aja."
"Udah ikut aja, biar saya yang fotoin." Lanjutnya.
"Gapapa. Gausah, temen saya..."
"Yaudah sini barengan, Na." Ujar Diva.
Selain memang tidak mau berfoto, aku memang tidak enak dengan Diva, karena aku yakin Diva pasti ingin foto berdua dengan Arjuna sebanyak mungkin.
"Kamu aja, biar...fotonya berdua."