Titik temu

Ulfi Nurul F
Chapter #5

Katakan Ya atau tidak

"APA KAMU BILANG?"

Reaksi yang sudah sejak awal pasti akan terjadi. Ya, bagaimana tidak. Seorang penulis terkenal yang juga menjadi penulis favorit Diva ternyata adalah cinta pertamaku? Cinta masa lalu yang sebenarnya benar-benar sulit untuk dilupakan. Atau mungkin lebih tepatnya disebut Cinta pertama yang bertepuk sebelah tangan?

"What? Bentar bentar..." Diva menarik napasnya dalam-dalam, "kamu gak lagi bercanda, kan?"

"Denger dulu Div...."

Aku tahu ini akan terdengar sangat panjang. Tapi kuputuskan untuk cerita tentang kisahku dan Arjuna. 

Kisah tiga tahun lalu? 

Ah, atau 6 tahun lalu sejak kami mulai menjadi teman ? Atau sahabat? 

Sudah kubilang kan bahwa sebenarnya memang persahabatan antara pria dan wanita itu gak pernah ada yang murni. Hanya saja mungkin sebagian dari mereka banyak yang tidak mengakui. 

Tiga setengah tahun lalu aku memutuskan untuk mengambil jalan yang sudah aku rencakan saat kelulusan SMA. Aku awalnya hanya ingin kami tetap bersama. Dia akan ke Jakarta, aku tahu. Tapi, jika aku dan Arjuna menjadi sepasang kekasih jarak tidak akan jadi masalah, kan? Tadinya aku berpikir begitu. Setidaknya jika raga Arjuna tak selalu di sampingku, berharap bahwa hatinya selalu ada bersamaku. 'Awalnya begitu' . Hingga kuputuskan untuk menembaknya saat itu. Terdengar akan sangat nekat. Tapi saat itu, bagi Alona SMA tidak menjadi masalah. Walaupun ternyata akhirnya justru aku benar-benar kehilangan untuk waktu yang lama.

Sejak itu, aku belajar bahwa cinta terpendam itu awalnya memang mengasyikkan. Apalagi saat raga dekat dan bisa memandang wajah itu setiap saat. Tapi, ternyata tidak. Tidak ada yang mengasyikan jika akhirnya kamu harus kehilangan keduanya. Ya, tidak lagi dekat dengan raganya, apalagi dengan hatinya. 

Alona SMA saat itu menekan harga dirinya, terlalu tidak tahan dengan perasaannya. Lalu, tiga setengah tahun lalu aku memutuskan untuk mengatakan perasaanku pada Arjuna. Semua khayalan tentang bisa memilikinya walau nanti akhirnya harus terpisah oleh jarak, musnah begitu saja. Semua seketika berada diluar skenario. Aku sempat berpikir dengan lamanya pertemanan kami yang hampir menginjak 3 tahun, aku merasa perhatian yang diberikan Arjuna saat kami berteman itu terlihat berlebihan. Lalu, aku terlalu cepat menyimpulkan bahwa Arjuna menyukaiku juga. Tapi ternyata tidak.

"Aku kira kita sahabat, Na. Dan, kamu tahu itu. Aku kira kamu gak sama kayak yang lain."

Kira-kira begitulah kata-kata yang terlontar dari mulut Arjuna waktu itu. Dan, juga itulah yang membuatku akhirnya malu jika bertemu dengannya. Lalu aku mulai menyadari sesuatu, bahwa tak selamanya perasaan harus diungkapkan. Cukup saja disimpan. Apalagi jika perasaan itu muncul pada sahabatmu sendiri. Karena terkadang rasa suka itu bisa menghancurkan segalanya. 

"Na...serius Arjuna bilang gitu?"

"Ya gitu, kira-kiralah. Jadi sekarang aku harus gimana ?"

Diva menghembuskan napasnya, seolah menerawang tentang sesuatu. Walaupun aku tahu pasti Diva juga bingung untuk memutuskan saat pria itu adalah Arjuna. Ya, Arjuna seorang penulis terkenal yang juga dikagumi Diva.

"Ya... maksudku...tapi kamu udah biasa aja kan sekarang?"

Aku terdiam.

"Jangan bilang...kamu masih...."

"Hey ! Bukan gitu...ayolah maksudku. Ya gimana ya, Div."

Diva tersenyum, "Ah, kamu masih menyukainya, kan? Benar kan?"

Benarkah? Benarkah aku masih menaruh rasa itu pada Arjuna? Tapi, ayolah itu bukan karena aku masih suka. Hanya saja. Tiba-tiba. Ya, tiba-tiba cinta pertama datang dengan tiba-tiba saat aku sudah benar-benar berusaha melupakan masa lalu itu.

"Yak ! Jadi, aku harus gimana ? Aku cuma takut...takut kalau rasa itu muncul lagi. Itu maksudku Div."

"Hey, lagipula sebenarnya Arjuna kan ga salah. Kamu juga gak salah, kok. Namanya cinta pasti punya resiko. Kamu ga akan tahu kan setelah kamu ketemu sama Arjuna sekarang hubungan kalian akan seperti apa? Kalau menurutku ya, kamu ketemu aja dulu. Lagian yah, dulu kan kalian bersahabat. Gak baik juga mutusin silaturahmi."

"Namanya cinta pasti punya resiko. Dari mana tuh kata-kata. Tiba-tiba kamu sok bijak, Div." Tiruku

"Eh, itu kalimat yang aku suka ! Dari novel yang Arjuna buat !"

Deg !

"Ah...ja-jadi, aku harus gimana nih?"

"Ketemu aja, Na. Gak masalah kok.."Diva mencoba meyakinkanku, "Eh, tapi emang bener tau, Na."

"Bener apaan?" Tanyaku bingung.

"Dulu kamu mungkin belum mengerti kalau cinta memang punya resiko. Mungkin kalau sejak SMA kamu tahu itu....walau kamu ditolak sama Arjuna, kamu akan biasa aja. Maksudku ya karena yang namanya cinta sama seseorang itu cuma dua. Ditolak atau diterima. Dan, dua-duanya adalah resiko. Mungkin kalau kamu dulu paham itu, kamu gak akan putus hubungan pertemanan sama Arjuna."

Ditolak...

Ya, kata tolak itu yang membuatku malu mengingatnya. Bayangkan saja, baru pertama kalinya menyukai seseorang lalu rasa suka itu justru ditolak. Dan, itu oleh sahabatmu sendiri yang sudah lama kamu percaya. Huft, membayangkannya saja sudah membuatku ingin menangis.

"Hubungi aja, Arjuna. Sebelum semuanya terlambat." Diva kali ini menenangkan 

"Tapi, Div..."

"Ya itu terserah sih. Tapi..." Diva mulai mendekatkan mulutnya pada telingaku, "jangan sampai menyesal."

"Diva !" 

Lalu Diva hanya tertawa.

***

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Lihat selengkapnya