Suara angin yang sangat kencang membuat jendela kamar Arka yang tadinya terbuka seketika menutup sendiri dengan keras. Hal itu membuatnya terkejut dan terbangun dari kasur kesayangannya. Tangannya spontan menggapai sebuah jam digital yang berada di sebuah meja belajar. Kesal tak bisa menggapainya ia pun langsung berdiri dan dunianya berputar seketika. Bagaimana tidak, ia adalah pengidap baru darah rendah, dunianya pasti sering berputar blur atau bahkan gelap tanpa disangka-sangka. Lelaki yang sekarang mengenakan baju bewarna abu-abu itu suka sekali melupakan hal-hal sepele yang padahal penting. Sudah kerapkali ia membaca artikel bahwa setelah bangun tidur kita harus duduk dulu setidaknya 30 detik agar tubuh kita tidak kaget, tetapi ia sering melanggarnya.
Setelah ia menikmati dunianya yang berputar sebentar ia segera menggapai jam digital di meja belajarnya. Terlihat angka jam itu menunjukkan pukul 04.00 PM, walau nyawanya masih melayang ia menyadari ada sebuah keanehan pada jam itu. Ia melihat di luar sana langit sangat hitam, tetapi mengapa di sini jam 4 sore. Untuk memastikannya lagi, ia mengambil jam tangan yang berada di saku celana yang menggantung. Jarum jam menunjukkan pukul 6 lebih 20 menit, hatinya yakin pasti sekarang sudah maghrib. Lalu ia mengambil lagi jam digitalnya dan mengecek, ternyata daya baterai di jam itu sudah habis. Ia pun meletakkan kembali jam digitalnya, lalu melangkah menuju ke jendela untuk menutup tirai. Setelah menutup tirai, Arka menyadari sesuatu.
“Udah hampir setengah tujuh, berarti udah maghrib.”
“GUE BELUM SHOLAT.”
Setelah menyadari hal tersebut Arka langsung beranjak lari menuju kamar mandi di kamarnya lalu segera mandi dan mengambil wudhu. Maklum saja, orang yang baru bangun tidur nyawanya masih melayang entah dimana. Jadi, ia masih setengah sadar akan peristiwa yang terjadi di sekitarnya.
Setelah menunaikan sholat maghrib, Arka lekas merapikan tempat tidurnya yang sudah seperti kapal pecah. Lalu dirinya mengambil sebotol kopi favoritnya di sebuah kulkas kecil yang berada di kamarnya yang indah dengan paduan warna biru dan hitam di setiap sisi. Setelah mengambil kopi, kini ia melangkah menuju meja belajar dan menghidupkan laptop bertanda stiker “Mine” yang menempel di bagian belakang. Ntah apa motivasinya menempelkan stiker seperti itu. Mungkin untuk memberitahu semua orang bahwa itu laptop miliknya, tetapi juga percuma karena tidak ada stiker nama di sana.
Arka terlihat sangat serius menekan setiap tombol yang ada di keyboard laptop. Wajahnya terlihat sedikit tegang seperti sedang mengerjakan sesuatu yang penting dan berharga. Tiba-tiba wajahnya yang tadinya tegang dan sangat serius kini berubah seketika menjadi girang setelah terdengar suara notifikasi email pada laptopnya. Ia mengepalkan tangan, lalu senyuman bahagia langsung terlukis di wajahnya.
“Alhamdulillah.” Ujarnya mengucap syukur. Malam ini Arka sangat sibuk sekali, mengerjakan banyak hal di depan laptop. Suara ketikan jarinya terus terdengar sampai jam menunjukkan pukul 1 dini hari. Arka istirahat sejenak meregangkan tangannya beberapa saat dan memakan cemilan lalu ia melanjutkan kegiatannya lagi. Ia terus terjaga sampai adzan shubuh berkumandang. Sehabis sholat shubuh ia baru bisa tidur.
Beberapa jam kemudian, secercah cahaya bersinar terang menyoroti mata Arka yang masih terpejam. Sekarang jam menunjukkan pukul 08.30 pagi. Setelah nyawanya sudah terkumpul secara utuh, ia beranjak pergi ke kamar mandi, membersihkan diri lalu bersiap untuk pergi ke kampus. Beruntung sekali Arka tak kesiangan, semesta selalu berpihak padanya, keberuntungan selalu menyertainya dan berkah selalu terlimpah ruah di hidupnya.
Hidup Arka terasa indah sekali, harta yang tercukupi, memiliki segudang prestasi, menjadi sosok yang menginspirasi, dan banyak orang yang menyukai. Kalau menurut standar orang, hidupnya sempurna dan ia sudah menggapai taraf kesuksesan yang diatur oleh kehidupan sosial. Setelah bercermin, menyemprot parfum, menyisir rambut, dan mengoleskan pomade kesayangannya. Ia langsung menggapai sebuah kunci motor dan tas yang tepat berada di sebelahnya.
***
Kini ia sudah berada di jalan, mengendarai motor dengan gayanya yang fashionable. Bukan baju, jaket atau sepatu bermerek terkenal yang ia kenakan. Hanya baju diskonan yang dapatkannya saat sedang ada diskon besar-besaran di sebuah aplikasi belanja online. Arka memang selalu bisa memanfaatkan kesempatan dan peluang, “Kalau bisa dapat yang murah barang lokal, kenapa harus milih barang mahal produk luar?” Prinsip yang selalu ia terapkan untuk hidup dengan gaya tanpa memusingkan harga, mendapatkan barang sekeren mungkin, tetapi harga tak menjadikan miskin. Prinsip Arka ini sepertinya harus dijadikan pegangan untuk anak muda di luar sana, karena kebanyakan dari mereka selalu mementingkan hidup dengan prestige, tak peduli dengan harga yang bisa bikin nangis.
Saat sedang asyik mengendarai motor sportnya itu, ia melihat sosok anak kecil yang menjual kue tradisional berjalan di pinggir jalan. Arka segera menghampiri dan mendekatinya.
“Harganya berapaan dik?”
“1500 kak.”
“Yauda saya beli semua ya.”
“Wah makasih banyak kak. Sebentar saya hitung dulu, ini ada 20 biji berarti 20 dikali 1500. 30 ribu kak totalnya.”