Di ruangan yang sangat sunyi, sejuk, luas, dan sangat nyaman Arka, Fara dan Ridwan duduk di sebuah sofa panjang yang tersedia di sana. Mereka menunggu kehadiran Pak Adam untuk meminta bimbingan tentang lomba mereka. Setelah beberapa saat menunggu akhirnya Pak Adam datang, lalu mereka langsung membicarakan tentang ide yang mereka ikutkan di sebuah perlombaan start up. Berbagai macam gagasan, topik mereka bicarakan tanpa sadar waktu berlalu begitu cepat.
Pak Adam, Arka, Ridwan, dan Fara memang kerapkali berdiskusi tentang banyak hal sebelumnya. Entah itu obrolan ringan, sedang bahkan berat sekalipun. Beberapa kali mereka juga sempat hangout bersama di sebuah kafe, juga membicarakan tentang topik sosial, masa lalu dan bahkan urusan hati. Pak Adam sudah seperti teman karib bagi Fara, Ridwan, dan Arka. Beliau juga sudah menganggap tiga sejoli itu seperti adiknya sendiri, sehingga jika salah satu diantara mereka ingin bercerita, beliau akan selalu mendengarkan dan memberikan nasihat serta semangat.
Setelah mereka bertiga selesai bimbingan dengan Pak Adam, mereka langsung beranjak pergi dari ruangan Pak Adam. Fara dan Ridwan memutuskan untuk pulang, sedangkan Arka memutuskan untuk mampir ke kantin sebentar. Saat perjalanan menuju ke kantin Arka berpapasan dengan Jaka dan menabraknya. Mereka ini jika berbeda jenis kelamin, pasti sudah berjodoh, karena selalu dipertemukan. Dulu Jaka teman SMP Arka dan malah menjadi sahabat dekat sampai sekarang. Mereka selalu saja bertemu, selalu disatukan di sekolah yang sama, kelasnya pun sama.
“Kalau jalan pakai mata dong jangan pake hati.” ucap Jaka kepada Arka seperti menasihati orang asing yang tak ia kenal.
“Maaf maaf.” sahut Arka dengan halus lalu langsung pergi meninggalkan Jaka. Candaan Arka dan Jak sangat aneh dan tidak jelas.
“Heh heh heh… mau kemana?” Jaka membalikkan badannya.
“Ada urusan.” Arka terus berjalan tak peduli.
“Tugas negara lagi?”
“Lebih penting daripada itu.”
“Apaan?”
“Ngasih makan bayi.”
“Hah?”
“Dedek cacing.”
“Ar Ar bilang mau makan aja pakai acara bikin gue mikir dulu. Mau gue temenin ga?”
“Serah.” Ucap Arka terus berjalan
“Buset udah kayak cewe kalau lagi ngambek. Untung gue peka.” ejek Jaka kepada Arka sembari mengikutinya dari belakang.
“Mami Retno, tahu gimbalnya dua pedesnya sedeng ya. Minumnya es soda gombira satu sama es teh satu.” ucap Jaka mendekati sebuah warung kecil di kantin itu.
“Siap Jak, ditunggu ya.” jawab Bu Retno sang penjual kantin mawar itu.
Jaka memamnggilnya Mami Retno karena ia sudah akrab dan langganan sejak pertama kali ia menginjak kampus. Bu Retno adalah satu-satunya orang yang menjual tahu gimbal dan aneka masakan lain yang menggunakan sambel kacang. Tak heran jika pertama kali menginjakkan ke kantin mata Jaka langsung tertuju pada spanduk bertuliskan “Bu Retno, special menu tahu gimbal, sate, pecel dan ketoprak” Arka dan Jaka memiliki makanan favorit yang sama.
“Lu tu beruntung punya temen kayak gue Ar. Udah lumayan ganeng, peka, peduli, dan gue tahu semuanya tentang lu.”
Arka hanya terdiam dengan sikap cueknya yang khas sembari melangkah menuju ke sebuah kursi yang berada di depan warung Bu Retno.
“Hari ini gue gantian traktir lu ya, Ar.”
“Beneran?”
“Iya kan selama ini kan lu sering traktir gue. Sekarang gantian. Lagian gue habis menang lomba futsal kemarin nih.”
“Oh iya gue lupa lu menang, padahal kan gue juga nonton yaa hahaha. Congratsss Jak!!"
"Tuh kan lu bahaya tuh pikunan saking banyak pikirannya."
"Sorry sorry namanya juga lupa. Yang penting gue nonton lu waktu itu. Ga lupa gue."
"Iya iya."
"Ini lu mau traktir gue sampai seminggu ke depan juga kan ya?”
“Ya ga gitu juga. Bisa tekor gue.”Arka tertawa kecil melihat wajah Jaka yang langsung tertekuk.
“Makanya Jak, jangan ngurusin masalah hati mulu. Masalah dompet juga, cari kerja sampingan kek jangan ngandelin lomba futsal doang.” nasihat Arka kepada teman karibnya dari SMP itu.
“Pinginnya sih gitu, tapi kan susah Ar. Lu mah gampang punya otak yang bisa diajak kerja sama. Lah gue? Harus lulus dulu deh kayaknya baru bisa kerja.” ucap Jaka menepis nasihat Arka.