Titik Terang

Adira Putri Aliffa
Chapter #7

Kesal Boleh Benci Jangan

Terdengar suara kran yang dinyalakan, spontan Arka membasuh mukanya dengan kasar, ia mendekatkan kepalanya ke kran dan membiarkan air itu mengalir membasahi seluruh bagian kepalanya. Kini seluruh kepalanya pun basah kuyup terkena air. Tak sadar jas almamater kampus yang ia kenakan itu juga sedikit basah di bagian belakang. Arka masih menyimpan rasa kesal dan marahnya setelah membaca berita saat di ruang tunggu tadi. Tangannya lagi-lagi mengepal menumbuk dinding yang ada di sampingnya. Suara itu terdengar cukup keras mengagetkan orang yang berada di sekelilingnya.

“Mas kalau lagi marah jangan ngagetin orang.” ucap salah satu orang yang berada di kamar mandi. Arka menghiraukannya dan langsung ke luar. Saat berada di luar, ia berpapasan dengan Fara. Sedikit heran ia rasa, Fara kerapkali mengikutinya. Rasa curiga bahwa Fara menyukainya, terbesit sejenak di pikiran Arka. Namun, lagi dan lagi ia berusaha untuk mengelakkannya. Mana mungkin, seorang Fara menyukai dirinya.


“Astaghfirullah, Ar? Lu kenapa? Kok basah kuyup.” tanya Fara khawatir. Spontan Fara mengajak Arka untuk duduk di sebuah taman tepat di depan kamar mandi. Fara mengambil sebuah handuk kecil di tasnya yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi dan memberikannya pada Arka.

“Nih keringin dulu. Bersih kok, belum gue pake.” ucap Fara dengan lembut. Arka langsung meraih handuk itu dan mengeringkan rambutnya.

 

Wajah Arka masih sedikit muram bercampur kesal, menyimpan amarah di hatinya. Fara membenarkan posisi duduknya, sedikit mendekat menatap Arka yang berada di depannya. Arka masih dengan tatapan kosong, tak membalas tatapan Fara.

 

“Kalau ada masalah cerita, Ar. Gak boleh dipendem sendiri Ar. I'll always be here if you need someone to talk to.” Fara memancing Arka untuk bercerita, padahal sebenarnya Fara suah tahu apa yang membuat Arka kesal. Ia hanya ingin Arka merasa lega saja dengan bercerita.

 

“Gak kok gapapa.” jawab Arka masih menyimpan perasaannya sendiri.

 

“Lu udah nyiptain ide Teman Cerita, dan nyuruh orang-orang buat cerita tentang masalah mereka supaya beban yang mereka panggul gak begitu berat, tapi foundernya aja tertutup gini. Bukannya sama aja lu nipu mereka?”

Arka terdiam mendengarkan.

 

“Oke lu berhak milih orang yang lu percaya buat cerita kok Ar, tapi kayaknya gue bukan orangnya ya? atau ini bukan waktu yang tepat untuk lu cerita. Gue paham kok, kalau lu lagi pingin sendiri dan nikmatin dulu kesendirian lu, gue bakal biarin lu tenang dulu.” Saat Fara ingin beranjak dari tempat duduknya sontak Arka menyela.

 

“Kenapa hidup sering banget ngebuat gue sedih, kesel, marah ya Far?” Arka memantapkan diri untuk meluapkan yang dirasa.

 

“Gue kira selama ini gue udah temuin titik terang setelah ngejalanin masa lalu yang gelap banget, tapi kayaknya belum. Gue belum bener-bener nemuin itu selama 10 tahun ini.” sambungnya

 

Fara bingung dan penasaran mendengarnya, ia kembali duduk dan antusias mendengarkan Arka. Perempuan yang terkenal akan kemampuan bahasa inggrisnya yang keren itu membenarkan posisi duduknya agar nyaman dan badannya dihadapkan ke arah Arka. Wajahnya yang menatap Arka dengan mata yang berbinar penasaran membuat Arka meneruskan ceritanya.

 

“Barusan tadi malah, gue dibuat kesel sama seseorang di masa lalu gue yang buat ulah lagi. Apa dia masih belum puas udah ngrenggut kebahagiaan masa kecil gue dulu? Bisa-bisanya sekarang ngrugiin banyak orang lagi, bikin malu. Gue kira dia udah berubah tapi nyatanya belum. Harapan gue memang terlalu tinggi mungkin ya, sampai ga sadar kalau sebenarnya toxic people will be toxic forever. “ jelas Arka dengan perasaannya yang campur aduk, tapi tetap berusaha tenang.

 

Fara masih mendengarkan dengan antusias dan penasaran, tak ada kata yang diucapkan Fara agar Arka bisa meluapkan semuanya dahulu. Fara paham betul, orang seperti Arka ini hanya butuh didengarkan untuk sekarang. Hembusan angin yang sejuk, cuaca yang berawan tanpa panas matahari yang menyengat semakin mendukung percakapan Arka dan Fara.

 

“Kalau udah begini, gue juga yang nanggung malunya, Far. Padahal gue gak tau apa-apa, dan udah lama banget gue pisah sama dia. Gue milih hidup sendiri, berjuang sendiri, nemuin seenggaknya secercah cahaya di jalan gue sendiri, tapi saat gue hampir sampai di tujuan gue, dia datang lagi. Seolah kayak batu besar yang tiba-tiba gelinding dari samping nge hadang perjalanan gue. Kalau gue punya hak dan kekuatan buat hancurin, gue pingin hancurin disaat ini juga.” sambungnya lagi.

 

“Kenapa manusia jahat susah banget buat berubah jadi baik ya, Far?” keluhnya.

 

Fara menatap tajam mata Arka untuk membangun insting mereka berdua dan berusaha merasakan apa yang Arka rasakan.

 

“Walau gue gak tahu gimana sebenernya perasaan lu sekarang, tapi gue tahu masalah itu pasti berat banget buat lu kan?” sahut Fara.

 

“Tanpa kita sadari. Kadang memang hidup itu lucu, Ar.” sambung Fara.

 

“Lucu gimana?”

 

“Ya lucu, tiba-tiba sedih dateng terus habis itu tiba-tiba bahagia. Sedih lagi, bahagia lagi. Gitu terus sampai kesempatan kita buat ngrasain rasa itu habis.”

 

“Roda hidup itu terus berputar Ar. Kalau kata orang-orang sih gitu dan emang bener. Kalau dulu lu pernah terpuruk dalam kesedihan, terus lu bisa bahagia lagi bukan berarti suatu saat lu ga bakal bisa sedih lagi kan?”

 

“Kejutan hidup memang susah diduga, Ar.”

 

“Ya namanya juga kejutan.” ujar Arka.

 

“Nah tu tahu. Makanya, dimanapun dan kapanpun kita harus selalu siap sama perasaan apapun.”

 

“Kadang capek juga harus kuat terus, Far.” keluh Arka.

 

“Lu kalau mau maksain kuat terus juga percuma, Ar.”

Lihat selengkapnya