Titik Terang

Adira Putri Aliffa
Chapter #10

Apa Yang Harus Dirindukan Dari Sebuah Luka?

Keheningan dan kesepian kini dirasakan seorang Pak Tua yang berdiri di sel tahanan, mengenakan baju bewarna jingga. Ia duduk terdiam menatap kosong ke arah depan, wajahnya terlihat kusam, rambutnya berantakan dan bibirnya pun kering. Datang seorang pria berseragam kepolisian menghampirinya, ia menghiraukan siapa yang datang dan tetap bertahan dalam pandangan yang kosong.

 

“Pak Angkasa. Ada yang ingin bertemu dengan bapak.”

 

Pak Tua itu hanya terdiam mengangguk dan keluar dengan kepala menunduk. Langkah demi langkah ia tapaki dengan sedikit lemas, karena ia belum makan semalam. Hingga tiba di ruang tamu kepolisian, ia masih menunduk. Polisi menyuruhnya duduk di sebuah kursi yang di depannya sudah ada tamu yang ingin mengobrol dengannya, tetapi ia masih menunduk seolah tak ingin tahu dan tak peduli siapa yang datang. Seorang lelaki berpakaian kemeja yang ingin menemui Pak Tua itu adalah Arka.

 

“Apa Anda masih ingat dengan saya?” ucap Arka membuka obrolan dengan wajah yang sedikit kesal dan penuh dendam. Pak Tua yang tadinya terus menunduk, kini mendongak perlahan.

 

“Bagaimana keadaan Anda selama 10 tahun menghilang tanpa kabar?” sambung Arka mencoba tenang. Kini Pak Tua itu menatap mata Arka, mencoba mengingat siapa dia. Mereka berdua saling bertatapan, dari sorot mata Arka terlihat bahwa ia di puncak emosinya, tetapi Arka terus mencoba menahannya.


"Siapa kamu?"

 

"Sudah saya duga, Anda pasti tak ingat."

“Apa hati Anda masih sejahat dan sebejat dulu?” sambung Arka.

 

“Saya kira dengan adanya Anda di sini sekarang, sudah menjawab pertanyaan saya barusan.” Ujar Arka yang membuat Pak Tua itu kini mengingat semuanya.

 

“Arka? Anakku?”

 

“Apa sebutan itu masih berlaku?” ketus Arka.

 

“Nak… kamu masih ingat bapak?” Tanya Pak Tua memelas.

 

“Oh tentu saja saya masih ingat.” ketus Arka lagi.

 

“Kamu tidak kangen dengan bapakmu ini?” tanya Pak Tua yang masih merasa tidak bersalah dengan kelakuannya.

 

“Memangnya hal apa yang pantas saya rindukan dari Anda?” jawab Arka sinis tertawa kecil bercampur kesal.

 

“Goresan luka di punggung saya? Robekan baju Kak Ratna? Atau pisau berdarah di rumah masa lalu?”

 

“Apa itu semua yang harus saya rindukan dari Anda?” ucap Arka sedikit melantangkan suaranya.

 

“Kenapa kamu tega bilang seperti itu nak?” balas Pak Tua tadi membalas Arka.

 

"Apa Anda bilang? Selama ini Anda hidup tanpa cermin ya?" sinis Arka.

 

"Maksud kamu apa?"

 

"Maksud saya, tolong Anda melihat diri Anda sendiri. Bapak macam apa yang tega memberikan trauma pada masa kecil anaknya dulu?"

 

"Anak durhaka kamu ya! Berani bilang seperti itu."

 

Lihat selengkapnya