Embusan angin yang sepoi-sepoi menggerakkan rambut panjang seorang gadis yang sedang duduk sendiri di sebuah kursi panjang di halaman rumahnya. Tiba-tiba datang seorang wanita yang menghampirinya. Wanita itu duduk di sampingnya dan meletakkan tas di sampingnya.
“Halo Arinta. Kenalin nama gue Farasya. By the way, apa kabar?”
“Lu siapa?”
“Bukan siapa-siapa sih, tapi boleh gak gue jadi temen lu?”
“Lagi gak butuh temen.”
Fara dibuat bungkam terdiam oleh omongan Rinta barusan. Dia sangat bingung ingin menjawab apa lagi. Setelah mengalami saat-saat canggung barusan, Fara mencoba lagi untuk membuka obrolan. Ia mengambil sesuatu di dalam tasnya.
“Oh iya, kata mama lu. Lu suka cokelat kan? Nih mau ga? Cokelat juga bisa naikin mood loh.” sembari memberikan cokelat itu kepada Rinta. Gadis yang rambutnya terurai panjang dan wajah yang tadinya terlihat murung itu perlahan menggoreskan senyum di wajahnya.
“Tenang, gak gue kasih racun kok.” Fara berusaha meyakinkan Rinta untuk mengambil cokelat itu.
“Makasih.”
“Sama-sama.” Wajah Fara terlihat lega karena kini Rinta meresponnya dengan baik.
Saat mereka berdua duduk bersama dengan memakan cokelat, Rinta memulai percakapan dahulu.
“Lu siapa sih sebenernya?”
“Dia itu yang nolongin kamu beberapa hari kemarin waktu kamu pingsan di rumah, Rinta.” sela seseorang yang datang dari dalam rumah, ya itu adalah ibu Rinta.
“Ohh makasih ya.”
“Sama-sama. Sebenernya ada temen aku juga sih yang nolongin kamu, bentar lagi mau kesini.”
“Tapi harusnya lu biarin aja gue pingsan sih. Buat apa juga gue hidup kalau gak punya harga diri lagi?” ucap Rinta dengan wajah yang masih muram.
“Ssst sstts… Gue tahu ini pasti berat banget buat lu, tapi dengan nyakitin diri lu sendiri kayak kemarin bukan berarti bisa nyelesaiin semua ini, Rinta. Malah bikin khawatir nyokap lu yang sayang banget sama lu.”
“Emang lu tahu apa sama yang gue rasain? Emang lu pernah ngalamin kejadian kayak gue? Padahal gue gak punya salah apa-apa sama orang, gue gak pernah jahatin orang, tapi kenapa? Kenapa orang-orang itu nglakuin hal bejat itu ke gue? Kenapa? Kenapa juga temen-temen gue pada ngejauh setelah tahu gue ngalamin kejadian yang gue sendiri gak mau ini terjadi? Kenapa semua orang…” ujar Rinta dengan perasaan yang masih sangat berantakan dan tak tenang. Tak ingin jika Rinta terus mengingat masalah itu lagi, Fara menyela dan berusaha menenangkannya.
“Rinta, Rinta… udah ya. Gue emang gak tahu seberantakan apa pikiran dan perasaan lu saat ini, tapi satu yang gue tahu semua ini emang gak mudah buat lu.”
“Udah bukan berantakan lagi, malah udah pecah, hancur, sampai gue gak tahu gimana cara balikinnya biar jadi utuh lagi.” Jelas Rinta dengan tatapan yang kosong. Fara dengan sigap langsung memeluk Rinta untuk menenangkannya.
Tiba-tiba dari kejauhan datang seorang laki-laki yang mengendarai sepeda motor sport dengan membawa sebuah kantong plastik berisi sesuatu.
“Nah itu orang yang bantu lu juga kemarin.” ucap Fara.
“Assalamualaikum.” sapa Arka pada Fara dan Rinta sembari membawa sebuah kantong plastik tadi.
“Ini gue bawa boba, tadi pas di jalan lihat ada yang jual yaudah gue beli.” ucap Arka sembari memberikan boba itu kepada mereka berdua.
“Makasih Ar.”
“Makasih.”