Alam mendiam dan tertidur dalam kegelapan malam yang sunyi. Angin yang bermula dari tetesan hujan begitu dingin merasuki pori-pori kulit hingga ke tulang, membuat yang berusaha untuk terlelap, menarik selimut tebalnya hingga ke bawah dagu. Sementara yang telah terbuai mimpi, semakin larut dalam mimpinya.
Dalam malam sedingin itu, tentu banyak kelopak mata yang enggan untuk membuka. Membiarkan sepertiga malam yang istimewa berlalu begitu saja. Namun tidak begitu dengan gadis yang bernama Zahra Fitria ini. Kala jam bekernya berdering nyaring, kedua matanya yang sipit perlahan membuka, memperlihatkan kejernihan bola hitam yang bergerak-gerak lincah penuh pesona.
Seperti hari-hari kemarin, dan setiap dini hari, apabila bekernya telah berdering, maka dia akan langsung beranjak menuju kamar mandi. Menikmati guyuran dingin air wudhu yang menyegarkan, menggelar sajadah hijaunya, memakai mukena putih nan polos miliknya, lalu ditunaikanlah tahajud delapan rakaat dan witir tiga rakaat. Selanjutnya, wajah jelitanya akan hanyut dalam rentetan ayat demi ayat firman Tuhannya.
Setelah semua rakaat tertunaikan, Tria -begitu panggilannya- tak akan langsung beranjak dari suasana sepi nan syahdu dan magic itu. Dia selalu memanfaatkan waktu istimewa itu untuk bermunajat dan mengungkapkan segala bentuk warna-warni kehidupan yang telah dijalani. Baik yang berwarna cerah maupun yang kelabu.
Kini, kedua tangan Tria telah menengadah. Dan dari bibirnya yang mungil nan ranum, meluncurlah bermacam-macam kata yang tercuat dari dalam hati yang paling dasar. Jika sudah pada titik ini, dia tidak lagi mampu menahan gejolak gundah yang sulit untuk dijabarkan. Gundah rindu yang berpadan dengan harapan, kesedihan, kebimbangan, dan ketidakberdayaan.
Gundah itu bermula dari dua bulan lalu. Saat itu hari Kamis, saat Tria baru pulang dari mengajar. Hujan lebat adalah saksi cerita, dipertemukannya dia dengan seorang pemuda tampan dan mapan, yang saat itu sedang bertandang ke rumahnya. Ayah sang pemuda adalah atasan paman Abdullah yang merupakan walinya sekarang sejak dia jadi muallaf dan diusir kedua orangtuanya.
Tria tidak menduga, keadaan yang basah kuyup karena kehujanan telah menumbuhkan kekaguman di hati sang pemuda. Bisa dikatakan, dia jatuh cinta pada pandangan pertama.
Pemuda tampan nan gagah itu bernama Fatkhurahman. Dia adalah seorang dosen yang cerdas dan pebisnis kuliner yang sukses. Di usia mudanya, dia sudah memiliki rumah yang megah, apartemen, mobil, dan restaurant yang cabangnya ada beberapa kota besar di Indonesia.