Kening John berkerut saat dia mencoba mengingat nama itu. John, bukan seorang yang pendiam, dia banyak kenal teman-teman militernya. Apalagi, mesin waktu buatan DST yang terbaru, tidak ada yang pernah menggunakannya selain dia dan Nina. Selainnya, hanya menggunakan mesin waktu yang hanya sanggup mundur ke belakang sampai sepuluh tahun. Selain itu, dia tidak akan lupa jika pernah mengenal perempuan cantik seperti Gertrude Jones, tetapi nama itu tidak ada di dalam ingatannya sama sekali.
"Jangan pura-pura lupa setelah mendengar namaku! Kalian semua tahu siapa aku! Aku kan cukup terkenal!" Gertrude tertawa kecil. "Rasanya tidak enak mengobrol di sini. Ayo, ikuti aku!"
John berjalan mengikuti Gertrude. Sepanjang jalan, lebih dari sepuluh orang menyapa Gertrude. Tampaknya perempuan itu cukup populer di sana, dan sepertinya mereka sudah mengenal Gertrude cukup lama, atau mungkin sifatnya yang ramah dan supel, membuatnya cepat akrab dengan siapa pun. Namun, keakraban Gertrude padanya tampak berlebihan.
"Kenapa kamu tidak khawatir mengajak orang asing sepertiku ke rumahmu? Apakah ada orang lain yang tinggal bersamamu sehingga kamu tidak takut denganku?" tanya John, heran.
"Aku tinggal sendiri, tapi kenapa aku harus takut padamu? Kamu benar-benar berpura-pura tidak mengenalku ya." Gertrude tertawa kecil. "Lagi pula sebenarnya kamu mirip seseorang yang aku kenal, tepatnya melalui sebuah alat."
"Benarkah?" John menaikan satu alisnya.
Gertrude mengangguk, seraya menghentikan langkah di depan sebuah rumah kecil. "Kita sudah sampai."
Setelah Gertrude membuka pintu, mereka masuk ke dalam ruangan. John mengedarkan pandangan, melihat isi di dalam ruangan itu. John yang tinggal ribuan tahun di masa depan yang penuh dengan teknologi canggih, terpesona oleh kesederhanaan dan eksotisme rumah mungil tersebut.
Cahaya samar yang memasuki ruangan kecil tersebut, melalui jendela kayu yang sedikit miring—karena engsel yang rusak—mengeskpos sebagian sudut ruangan. Ruangan itu adalah jantung dari sebuah rumah sederhana Gertrude. Lantainya terbuat dari lantai yang telah digunakan selama bertahun-tahun, dan sedikit keretakan menunjukkan jejak waktu yang tak terelakkan.
Di sisi lain, sebuah perapian sederhana dengan tungku batu bata menjadi sumber kehangatan. Di atas perapian, tergantung peralatan memasak dari besi yang siap digunakan untuk memasak hidangan sederhana dari zaman tersebut. Satu dinding ruangan dihiasi dengan sedikit barang berharga; sebuah lukisan tangan dengan warna yang telah pudar menggambarkan pemandangan pedesaan yang indah. Rak kayu sederhana diisi dengan beberapa buku yang usang.
Di sudut lain, sebuah meja kayu kecil dengan dua kursi di sekitarnya menantikan aktivitas sehari-hari. Di atas meja terdapat segelas anggur merah yang sebagian habis dan sepotong roti segar. Ini adalah tanda-tanda hidup yang sederhana, tetapi penuh kenikmatan.