“SERANG!!”
Teriakkan menggema yang berasal dari seorang laki-laki berbaju SMA yang tampak sangat kusut itu. Suara pukulan terdengar bersahutan bersamaan dengan umpatan kasar dari empu-empu yang berkeliaran.
Ibram, itu nama ketua geng yang sekarang sedang tawuran. Salah satu umat manusia, yang masuk ke dalam golongan orang-orang yang merugi. Selama hidupnya ini, Ibram hanya melakukan hal yang sia-sia. Bahkan tak pernah sekalipun ia menyebut Asma Allah.
“BANGSAT LO!!” sungut Ibram dengan wajah merah padam. Hantaman sekali di pipinya, di balas dengan puluhan kali pukulan di tubuh sang lawan. Ibram kehilangan akal, ia tidak pernah peduli akan kematian.
“Cih!! Sampah!”
Tujuh belas tahun, itu umur Ibram. Masih terlalu muda untuk menjadi kriminal. Wajah tenang, kini berubah menjadi sangar. Persis seperti induk ayam, yang merasa terusik akan kehadiran yang mengancam anak-anaknya.
“MATI AJA LO, SIALAN!!” kaki panjangnya, menginjak dan menendang bagian tubuh sang lawan yang saat ini sudah tersungkur dengan darah bercucuran. Ibram bahkan tidak peduli, bahwa lawannya akan mati dan Ibram akan di cap sebagai pembunuh.
Hampir saja nyawa orang itu melayang jika suara sirena polisi tidak terdengar. Puluhan manusia yang tersesat itu, berlarian bak seorang kriminal mengerikan.
“Selamat lo kali ini,” kata Ibram sambil meludah. Kemudian pergi meninggalkan ketua geng lawannya yang saat ini sudah tepar namun bernyawa.
Ibram Zhaki Fernanda, itu nama panjang dari siswa SMA yang mirip kriminal itu. Seorang anak yang kurang didikan dari kedua orang tuanya.
Laki-laki itu berlari menjauh, mendekati motor besar berwarna hitam, kemudian melesat. Melalui setiap jalan, dengan kawan-kawan di belakangnya. Senyum miring tercetak jelas di wajahnya, yang menandakan bahwa ia adalah seorang pemenang.
Pemenang di matanya dan teman-temannya. Namun kalah di mata Allah. Sebab, Ibram tergoda atas bisikan setan yang menyesatkan.
“KE RUMAH GUE MALAM INI!! KITA MINUM!!” teriak Ibram di atas motor. Membiarkan suaranya terdengar menggema di sepenjuru jalan.
Sorak bersahutan, merasa bahwa mereka yang paling hebat. Tidak pernah mereka berpikir, bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah.
Ibram tidak langsung pulang, cowok itu singgah di warung untuk mengambil minum. Ya, mengambil.
Brak!
“Woy lu tua bangka! Kasih gue minum!!” perintah Ibram dengan kasar. Cowok itu duduk di kursi kayu warung tersebut, bak pemalak sejati.
Pria tua, yang kini sudah sangat renta terkejut bukan main. Deru nafas sang kakek, terdengar cepat. “Astagfirullah,” ucap sang kakek dengan gemetar.
Brak!! “Nggak usah sok suci lo! Udah tua juga bukannya mati masih aja keliaran!!” bentak Ibram tak punya hati pada sang kakek. Tidakkah dia sadar, bahwa Ibram mengumpati dirinya sendiri.